No Man’s Land

Posted 21.39 by my rebel in Label:

Grup musik No Man’s Land yang digawangi empat pemuda dari Malang bisa jadi bukan grup yang banyak dikenal masyarakat. Namun, bagi komunitas punk, skinhead, atau Oi! di Eropa dan Amerika, grup itu cukup terkenal. Selain albumnya banyak beredar di kalangan tersebut, beberapa lagunya diambil untuk album kompilasi musik punk dunia.

Salah satu judul lagu No Man’s Land adalah You and Me. Lirik lagunya dinyanyikan dalam bahasa Inggris. Dilantunkan secara bersemangat dengan iringan musik punk. Musik easy listening mirip musik ska yang bisa jadi jarang didengar orang awam, kecuali para anggota komunitas punk, skinhead, atau Oi!.
Album kompilasi 'Anti Disco League' vol 1 yang memuat lagu No Man's Land

Album kompilasi 'Anti Disco League' vol 1 yang memuat lagu No Man's Land

“Itu lagu andalan album kami yang keluar 1999 lalu. Albumnya All Together Now,” ungkap Didit, koordinator grup musik No Man’s Land, kemarin. Didit sengaja memutarkan lagu hit itu di kediamannya, lantai dua sebuah ruko di Jalan Terusan Sulfat Kota Malang.

Didit bercerita, lagu itu telah diambil oleh sebuah perusahaan rekaman musik-musik underground dari Amerika pada pertengahan 2008 lalu. Nama perusahaan rekaman itu Templecombe Record. Oleh perusahaan rekaman yang bermarkas di New York itu, lagu You and Me dikompilasikan dengan lagu-lagu underground dari negara-negara lain di dunia. Album kompilasi tersebut berjudul Anti Disco League vol 1.

Hingga sekarang, album itu telah dikopi ribuan keping dan beredar di seluruh dunia. Pendengar setia lagu-lagu punk di belahan dunia cukup banyak. Mereka bisa mendapatkan kopinya lewat jual beli antaranggota komunitas punk, skinhead, dan Oi! Di seluruh dunia. Uniknya, album kompilasi itu tidak beredar di Malang. Kalau ingin mendengarkan musiknya, harus mengimpor dulu dari Amerika. “Dari Asia cuma dua lagu yang dikompilasi. Dari Indonesia lagu kami. Satu lagi dari Jepang. Grup dari Jepang adalah Bulldog Samurai dengan lagu berjudul Oi Oi Nippon,” ungkap pemilik nama asli Dian Samudra itu.

Kompilasi lagu underground internasional itu dianggap Didit dan sesama anggota punk bukan sembarangan. Sebab, lagunya disejajarkan dengan lagu dari grup musik beraliran punk yang telah terkenal di dunia seperti The Templars dari Amerika, Haircut dari Perancis, atau Deadline dari Australia. “Kalau komunitas punk di Malang ini sekitar 2.000 orang. Mereka tahu grup-grup itu. Kalau awam, bisa tahu bisa tidak,” kata sarjana ekonomi ini, lantas tersenyum.

Cerita di balik lagu itu adalah soal kebersamaan dalam perbedaan. Judul You and Me yang berarti kamu dan saya mempunyai arti keduanya bisa bersatu dan berkumpul meski secara fisik dan latar belakang berbeda. Lagu itu memberikan pesan bahwa warna kulit, suku, agama, ras, dan latar belakang keluarga maupun ekonomi tidak harus membuat sebuah perpecahan. “Nek koncoan (kalau berteman), nggak ada perbedaan itu. Sing penting koncoan rukun (yang penting berteman rukun),” ucap bapak satu putra ini.

Menurut Didit, You and Me didedikasikan untuk seorang anggota skinhead Malang yang telah meninggal dunia. Dari sana muncul inspirasi kebersamaan untuk mengenang sang rekan yang meninggal karena tertabrak kereta api itu. “Koncoan itu jangan melihat latar belakang dan fisiknya. Itu yang membuat seseorang selalu rukun,” kata dia.

Grup No Man’s Land sendiri adalah grup musik punk terlama di Kota Malang. Berdiri sekitar 1994 lalu, di saat belum ada grup punk yang muncul di Malang. Empat orang yang kini menggawangi No Man’s Land adalah Didit, Catur Guritno, Didik Afandi, dan Feri. “Anggota tidak bisa ngumpul karena semua kerja. Musik bagi kami untuk kesenangan saja,” ungkap Didit.

Album pertama mereka berbentuk rehearsal berjudul Separatis Tendency. Dalam komunitas punk, rehearsal bisa diartikan album demo. Setelah itu, berturut-turut dirilis album musik punk lainnya. Di antaranya Punks and Art School Dropout (1996), Punk Hey Punk (1998), dan Grow Away from the Society (1998). “Khusus untuk album Punk Hey Punk, hak rekamannya ada di Malaysia dengan distributor di Singapura,” ujar Didit.

Apakah dengan kompilasi internasional mendapatkan banyak royalti? Didit tersenyum. “Tidak, Mas. Bukan itu tujuan kami,” jawabnya. Menurut dia, kepuasan dan kebanggaan yang menjadi tujuan utama. Sebab, di komunitas punk, skinhead atau Oi!, musik ditujukan sebagai sebuah kesenangan, hobi, atau hiburan. Untuk mencari nafkah, anggota komunitas ini bekerja di sektor lain. Misalnya semua anggota No Man’s Land adalah wirausahawan. Mereka tidak mengandalkan royalti dari penjualan album untuk membiayai kehidupan sehari-hari. “Jangan dibandingkan dengan royalti lagu-lagu pop, rock, atau lainnya. Lagu-lagu komunitas kami kecil royaltinya. Sebab, ikatannya hanya saling percaya,” ucapnya.

Didit mengaku, dengan membuat lagu-lagu berbahasa Inggris dan diedarkan ke luar negeri, dia ingin menunjukkan bahwa Indonesia itu ada. Dia juga ingin anggota komunitas punk, skinhead, dan Oi! dari Indonesia juga bangga dengan bangsanya. Saat ini, banyak anggota masyarakat yang malah tidak bangga terhadap Indonesia. Mereka rela menjual negaranya untuk sesuatu yang pragmatis. Menurut Didit, meski kondisi Indonesia tidak sebaik dibandingkan negara maju, tetap tanah air masyarakat Indonesia sehingga harus dibangun dan dibela.

“Paham komunitas kami memang dari Eropa. Namun kami bangga dengan Indonesia. Karena pada dasarnya kami nasionalis seperti halnya skinhead tradisional di Eropa,” ungkap pentolan skinhead Malang dan Indonesia ini.

0 comment(s) to... “No Man’s Land”

0 komentar:

#1 PP #2 PP #3 PP #4 PP
#5 PP #6 PP #7 PP #8 PP
#9 PP #10 PP #11 PP #12 PP
#13 PP #14 PP #15 PP #16 PP
#17 PP #18 PP #19 PP #20 PP
#21 PP #22 PP #23 PP #24 PP
#25 PP #26 PP #27 PP #28 PP
#29 PP #30 PP #31 PP #32 PP
#33 PP #34 PP #35 PP #36 PP
#37 PP #38 PP #39 PP #40 PP
#41 PP #42 PP #43 PP #44 PP
#45 PP #46 PP #47 PP #48 PP