Tampilkan postingan dengan label total punk. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label total punk. Tampilkan semua postingan

.
Mitra 2 Street Crew never Die united strenght and brotherhood



Awal kemunculan Mitra 2 Street pertengahan 1998,diawali seorang street punkers yang bertahan hidup di depan mitra 2 departemen strat,tiap malam selalu menyayikan lagu I’m a lonely boy salah satu lagu Sex pistols,dan dari situ timbul keinginan membuat band Last Car Bitch.
Akhir tahun 1998 teman- teman mulai sering datang, berkumpul dan Sing a long together every day every knigh saat itu pula mulai bermunculan band2 punk di mitra 2 street :Alergi Kentes,Buronsel,K.A.S,Trotoar,Fantastic.
Awal tahun 1999 makin banyak teman2 yang meramaikan mitra 2 street dan mulai mencoba untuk membagun sceen mitra 2 street dan di bantu temen2 malang city hard core, malang skin head,malang grunge people,ska punk malang and herbet menjadi satu ide mitra 2 street crew .Hari2 yang kami lalui selalu bersama Let’s sing a long n drunk together .
Pergantian tahun 2000 banyak terjadi masalah silih berganti ,mulai bentrok dengan preman,aparat keamanan,sampai teman sendiri mungkin akibat efek samping drug’s.Namun kami tetap bertahan dan berusaha untuk tetap eksis ,dengan membuat Zine Way Of Life ada semangat baru untuk Mitra 2 Street Crew.Bangkit dari kebodohan melawan penindasan masalah yang kami hadapi tak kunjung henti2 nya hingga terjadi perpecahan di antara kami.Permasalahan mungkin hanya kesalah fahaman atau beda misi dan fisi diantara kami mungkin beda idialis,hingga tahun2002 masih tak kunjung hentinya tapi tak mengurangi semangat kami untuk tetap bertahan .
Diawal tahun 2003 kami mencoba menciptakan movement event punk n skin dari kolektif Mitra 2 Street Crew,Bus Station Street Crew,Dampit Street Crew tahun 2005 awal punk n skin yang kedua ,awal 2006 event punk not dead vol 1 yang berlanjut dengan kompilasinya dan diawal-awal tahun 2007 muncul band baru Cheap Sex ,dan di pertengahan tahun 2007 muncul Freaky 19,merekalah yang meneruskan misi dan visi Mitra 2 Street Crew.

Pertengahan tahun 2009 muncul lagi band punk rock Pistol Dumpis dan di susul Road Runner punk rock menambah kekuatan baru bagi Mitra 2 Street Crew hingga saat ini kami berusaha menciptakan lebel M.I.2 Record dengan harapan dapat menjadi wadah band2 street punk malang dan total Underground Malang.

STREET PUNK

AT MITRA II

Keadaan sekarang di mitra ll, bias dianggap aman tetapi kita harus mewaspadahi segala bentuk ancaman maupun penindasa, baik dari golongan luar ataupun golongan dalam. Yang sangat kita waspadai adalah penyusup yang menghancurkan kita. Friend…tidakhah kalian ingat, saat kita bersama mendirikan tongkrongan di mitra ll, silih berganti masalah yang kita hadapi. Apakah kita akan terus Begini ? . aku rasa tidak, kita harus dan perlu melakukan perubahan meskipun tidak terlalu menyolok. Perubahan yang ada pada diru kita bukan dari “style” penting lagi adalah bagemana kita menerapkan dalam kehidupan sehari-hari, sebab teori sajah tanpa praktek akan membuat seseorang akan merasa dirInya paling pandai. Apalagi didalam sken kita tidak ada orang yang paling jago/pandai/top yang hanya diliat dari style saja, tetapi kepintaran seseorang dapat diliat dari polah pikirnya dan cara penyampaianya.

Pada dasarnya kita sama, tidak ada perbedan diantara kita. Yang harus kalian ketahui, kita semua masih dalam tahap belajar. Bila diantara kita yang mengerti tentang beberapa hal yang ada dalam pergerakan kita, harusya dia mempunyai kesadaran unruk memberikan penjelasan bagi yang belum tahu betul.

Misalnya tentang pegertian punk, apahah kita semua tau arti “punk” itu sendiri ?. Saya akan memberikan sedikit penjelasan tentang “punk”. Punk Pada dasarnya “punk” artinya memberontak suatu sistem, tidak hanya itu “punk” mempunyai tujuan, yang tujuan itu diperuntukkan bagi dirinya sendiri.Salah satu tujuan itu adalah menginginkan kebebasan atau bisa dikatakan anti kemapanan dalam arti tidak ada suatu apapun yang bias mendoktrenya, mengaturnya atau mengikatnya.”punk” juga dapat berati suatu pergerakan yang lebih baik, dan itupun dilakukan dengan cara sendiri. Dengan syarat tigak menggangu/merusak lingkungan ataupun orang-orang yang berada di sekitar kita. Perlu kalian ketahui “punk” selalu no future tentu saja mempunyau tujuan,misi dan visi. Sedangkan musick adalah media penyampean.

Sekarang kita membahas “STREET PUNK”. Street punk merupan salah satu jenis “punk” yang hidunya berada di jalanan. Biasanya yang menganut street punk adalah orang-orang yang mempunyai masalah keluarga, misalnya mereka yang Broken Home dan mereka yang kurang perhatian/kasih saying dari keliarga. Tapi ada juga yang mencari pengalaman di jalanan. Orang-orang itu yang akan turun kejalan untuk mencari kebebasan dan mencari jati dirinya yang sebenar-benarya. Dijalanan mereka akan belajar untuk mempertahankan hidup dan merasakan kerasnya kehiduan.

Maka dari itu kita harus berpikir dan harus mempunyai perinsip yang kuat di dalam diri kita. Perlu kita tahui street punk mempunyai ciru-ciri khas tentunya, yang jelas street punk mempkeunyai visi “freedom dan independent” ada juga yang anarchy kekerasan (radikal) violence,dan ada juga yang politik. Yang jelas street punk adalah suatu pergerakan yang menuntut kebebasan yang hakiki (independent). Untuk para street punk mitra ll kita tak boleh percaya pada isu orang-orang yang bermulut manis dan berhati busuk itu. Merekalah yang bias menghancurkan kita semua, untuk itulah kita harus percaya pada diri kira sendiri untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah selamat berjuang demi kemajuan Mi: 2STREETPUNK MALANG.


KOLEKTIF DI NEGERI YANG KATANYA UDAH MERDEKAbeberapa tahun terakhir sering terdengar kata-kata KOLEKTIF di setiap gigs DIY ato gigs berlagak DIY.kami sangat setuju dengan kata KOLEKTIF klo memang tujuannya sama,untuk bersenang-senang ato mengumpulkan donasi untuk tujuan yang lebih berguna,misalnya untuk sumbangan bencana alam,panti asuhan,anak jalanan yang putus sekolah,dsb.Dan pada kenyataannya jarang sekali di jumpai gigs seperti itu,baik di kotaku sendiri ato di kota kalian.Malah yang sering kita jumpai adalah gigs yang bertajuk DIY KOLEKTIF dengan biaya kontribusi tinggi dan tiket yang lumayan standart tinggi,baik itu genre punk,hc atopun metal.tp yang patut di pertanyakan kemana hasil dari keuntungan KOLEKTIF yang di kumpulkan dari kontribusi band yang main ato dari penjualan tiket penonton???kalopun tujuannya hanya untuk mencari untung dan hanya masuk ke kantong panitia,ya mohon jangan pake kata-kata KOLEKTIF ato DIY lah,masih banyak kata yang tepat kok untuk di jadikan judul dari sebuah gigs.Sangat kasihan sekali dengan mereka yang mencoba menjadi pahlawan dengan topeng DIY.yang selalu mencoba mengelabui band-baru yang jarang main dan butuh tempat untuk mengekspresikan karya-karyanya.apa kita akan setega itu???mending cari aja donatur(kita ga menyebut distro sebagai sponsor,karena mereka juga teman kita dan berangkat dari awal yang sama yaitu UNDERGROUND),dan kita ga perlu lagi menarifkan kontribusi buat band yang akan main dan membayar band sebagai pengisi acara (klo memang band itu udah layak di bayar,kalopun belum ya kasih aja kesempatan untuk berekspresi tanpa perlu membayar).Ayo lah kita berpikir lebih luas lagi dan belajar bersama untuk bisa membedakan sebuah pilihan ato sebuah aksi,jangan cuma bisa menghakimi tanpa melihat diri sendiri.Kami selalu membuka diri buat gigs-gigs DIY yang benar-benar untuk tujuan bersama (meski kami udah ga di anggap DIY lagi hahhahha,untungnya kami ga pernah peduli dengan sebutan itu).Mari kita maju dengan pola pikir baru yang bukan menjebak satu sama lain.biarlah kita memilih pilihan kita sendiri dan bertanggung jawab dengan segala hal yang kita lakukan sendiri tanpa mengganggu pilihan orang lain.Itulah yang di sebut MERDEKA

by.ustad chipeng begundal lowok waru



http://travelblog.viator.com/wp-content/uploads/2008/02/berlin-punk-things-to-do.jpg
June 2001 Many children on the streets in Berlin have escaped unhappy homes and abusive family relationships. Many have escaped unhappy homes and abusive family relationships: "Here you can disapp...want to see the video click on this link Berlin Street Kids - Germany

Anarkisme dan sikap tanpa kekerasan



Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Food Not Bombs

Banyak orang mulai memperdebatkan apakah anarkisme dan sikap tanpa kekerasan saling berkaitan. Sebagian anarkis berpendapat bahwa anarkisme dan sikap tanpa kekerasan tidak dapat dipisahkan. Untuk membahas masalah diatas mari kita lihat kembali pada sejarah tentang terjadinya negara. Christopher Day dari Love and Rage Revolutionary Anarchist Federation menulis, "Negara - yang kita artikan dengan keberadaan polisi, tentara, penjara, pengadilan, berbagai birokrasi pemerintah baik legislatif dan eksekutif - adalah alat pengontrol dan penekan dari yang berkuasa. Negara mempertahankan kekerasan yang legal dan terorganisir." Lebih lanjut Day menyatakan, "Negara telah selalu menjadi instrumen perang. Adalah sesuatu yang tak mungkin untuk membentuk sebuah tatanan masyarakat tanpa peperangan dalam sebuah tatanan masyarakat yang masih didominasi oleh negara."

Dalam buku FNB yang berjudul 'Feeding The Hungry and Building Community' dijelaskan, "Nama FNB menyatakan prinsip kami yang paling fundamental; tatanan masyarakat harus mempromosikan kehidupan bukan kematian. Tatanan masyarakat sudah mentolerir bahkan mempromosikan kekerasan dan dominasi. Kekuatan penguasa adalah hasil dari ancaman dan penggunaan kekerasan."

Negara dan bentuk representasi dari kapitalisme, dominasi dan patriarki, mengkonsentrasikan kekuatan kepada beberapa orang saja yang secara sistematis mengesampingkan kekuatan mayoritas umat manusia. Kekerasan yang eksis dalam kehidupan sehari-hari merupakan hasil dari pengingkaran kekuatan atas hidup seseorang. Kekerasan terjadi dengan banyak cara, setiap hari, sebagai hasil dari ketidakaadilan sistem. Baik itu hadir melalui sistem sewa, makanan dengan pestisida dan label harga yang menyembunyikan penindasan terhadap para buruhnya, sistem pajak, bekerja pada seseorang yang sudah kaya, malnutrisi, sweeping polisi terhadap gelandangan, pemaksaan sterilisasi pada perempuan di negara Dunia Ketiga, pengasingan sosial terhadap orang miskin dan masih banyak problem lainnya.

Jadi apa hubungan antara anarkisme dan sikap tanpa kekerasan? Kita harus menelaah kembali sejarah yang panjang dari gerakan dan perlawanan anarkis yang pernah eksis dan kita akan menemukan fakta bahwa anarkisme dan perjuangan demi sebuah dunia yang tanpa kekerasan mempunyai sejarah yang panjang.

Dalam penelitian yang ditulis tahun 1932 dengan judul 'Native (Born) American Anarchism' yang mendiskusikan tentang pengaruh Henry David Thoreau yang dikembangkan melalui pembangkangan sipil, Eunice Schuster menyebut Thoreau sebagai "bukan hanya anarkis dalam pemikirannya, tapi juga dalam aksinya". Aksi pembangkangan sipil yang dilakukan Thoreau selama perang Amerika melawan Meksiko telah mempengaruhi banyak teori-teori dan praktek tanpa kekerasan.

Leo Tolstoy juga mengambil inspirasi dari Thoreau dan mengembangkan ide-idenya sendiri dalam sikap yang tanpa kekerasan. Robert L. Holmes dalam bukunya yang berjudul 'Non-Violence In Theory and Practice' menuliskan, "Tolstoy menggabungkan pemahaman agama Kristen kepada apa yang dia lihat sebagai kesimpulan logis: pengingkaran ini bukan hanya berasal dari perang yang merupakan kekerasan terorganisir, tetapi juga dari pemerintah yang merupakan kekerasan institusional, dan hal inilah yang menimbulkan perang." Dalam kata pengantar dari buku berjudul 'Government Is Violence: Essays on Anarchism and Pacifism' karangan Leo Tolstoy tertulis, "Tolstoy menyarankan cara pencapaian anarki dengan sesuatu yang sekarang dikenal sebagai pembangkangan sipil dan aksi langsung tanpa kekerasan... Tolstoy mengadvokasikan perlawanan moral yang tanpa kompromi terhadap penguasa."

Gandhi menulis tentang Tolstoy dalam autobiografinya, "40 tahun yang lalu, ketika saya melewati masa krisis skeptis dan keraguan yang hebat, saya membaca buku Tolstoy yang berjudul 'The Kingdom Of God Is Within You' dan sangat terkesan. Saat itu saya masih percaya dengan kekerasan. Buku itu menyembuhkan sikap skeptis saya dan membuat saya menjadi seorang yang yakin akan ahimsa (tanpa kekerasan)... dia adalah tokoh anti kekerasan yang hebat yang lahir di abad ini."

Ide-ide anarkis juga terinspirasi oleh ide-ide Gandhi tentang bentuk tatanan masyarakat yang diidam-idamkan. Dalam buku berjudul 'Gandhi Today', Mark Shepard menjelaskan: "India dapat menjadi kuat dan sehat hanya dengan merevitalisasi desa-desa dimana empat dari lima orang tinggal, seperti yang dituntut oleh Gandhi. Dia memimpikan sebuah tatanan masyarakat yang terdiri dari desa-desa yang kuat, dimana setiap desa memiliki otonomi politik dan ekonomi sendiri. Dalam kenyataannya Gandhi adalah tokoh terbesar dari desentralisasi di abad ini - menempatkan kekuatan politik dan ekonomi pada level lokal."

Setelah Gandhi dibunuh, orang yang dikenal sebagai pewaris spiritual Gandhi, Vinoba Bhave memimpin beberapa kampanye besar untuk mengklaim kembali tanah bagi kaum miskin. Tahun 1951 Bhave dan banyak buruh dari Sarva Seva Sangh, memulai gerakan Bhoodon (Hadiah Tanah). Banyak yang menganggap bahwa Bhave adalah orang suci dalam tradisi Hindu, dan saat dia memulai perjalanan keliling negara untuk menuntut beberapa akre tanah dari para tuan tanah, dia menerima hadiah berupa tanah yang kemudian diberikan pada kaum miskin. Satu sepertiga juta akre yang diklaim oleh kaum miskin (lebih dari sekedar manajemen program Land-Reform yang diusulkan oleh pemerintah India). Bhave juga terlibat dalam proyek-proyek dan kampanye lainnya yang mempunyai prinsip revolusi tanpa kekerasan. Bhave adalah seorang anarkis.

Amerika mempunyai sejarah panjang tentang anarkisme tanpa kekerasan. Salah satu kelompok pertama yang tertulis dalam sejarah adalah New England Non-Resistance Society. Mereka menegaskan bahwa pemerintah, hukuman mati, perang dan ketidakadilan sangat bertentangan dengan ajaran Kristen. Kelompok tersebut, termasuk didalamnya William Llyod Garrison, terlibat dalam gerakan abolisionis yang berjuang untuk mengakhiri perbudakan di Amerika.

Saat Amerika memasuki Perang Dunia I, anarkis berada di garis depan gerakan anti perang. Tahun 1016, Emma Goldman, Alexander Berkman dan yang lainnya mengorganisir 'No Conscription League'. Dengan kelompok tersebut mereka mengorganisir demostrasi, protes dan march. Mereka mempublikasikan sebuah manifesto yang didalamnya tertulis: "No Conscription League dibentuk dengan tujuan mendorong para anti wajib militer untuk menolak berpartisipasi dalam membunuh sesama mereka." Berkman dan Goldman ditangkap karena dianggap melanggar hukum. Tahun 1918 pemerintah mengeluarkan undang-undang bernama 'Espionage Act' yang membuat literatur anti-perang menjadi ilegal, dan undang-undang ini digunakan untuk melawan sebuah kelompok yang terdiri dari lima orang anarkis termasuk Mollie Steimer. Kelompok tersebut mendistribusikan koran dengan cara menyelipkan koran-koran tersebut ke kotak pos di setiap rumah pada malam hari, dan menulis beberapa leaflet yang isinya menentang UU tersebut. Salah satu dari terdakwa, Jacob Schwartez, tidak pernah diajukan ke pengadilan. Dia disiksa polisi selama interogasi dan meninggal saat dibawa ke rumah sakit. Sisa dari kelompok tersebut dianggap bersalah dan dideportasi ke Russia pada tahun 1921 atas aktivitas anti-perang mereka.

Selain mereka, masih ada yang menentang perang, antara lain Dorothy Day. Dia bersama dengan Peter Maurin, mempelopori gerakan buruh Katolik. Nancy Robert dalam anthologinya 'American Radical' menulis tentang gerakan tersebut, "Mereka mempunyai rencana yang berdasarkan tiga point yang sesuai dengan nilai-nilai Kristen untuk melakukan aksi-aksi sosial yang radikal. Maurin memimpikan sebuah komunitarian, gerakan anarkis yang menawarkan diskusi, forum-forum dan ceramah, rumah sakit di setiap kota yang memberi makan dan tempat tinggal bagi kaum miskin dan gelandangan, dan peternakan komunal yang akan menghancurkan tatanan masyarakat industri dan membentuk unit-unti organik dimana semua orang hidup dan belajar dalam sebuah komunitas."

Pada akhirnya, sekitar 200 rumah yang dijadikan rumah sakit dibuka di banyak negara khususnya di Amerika Serikat. Ide yang mendasari berdirinya rumah-rumah tersebut diterangkan oleh Walter Brueggman sebagai berikut, "perasaan kasihan mengangkat sebuah bentuk kritik yang radikal dimana mereka yang miskin dan kelaparan harus diperhatikan dengan serius, kondisi dimana mereka seharusnya tidak dianggap normal dan alami, tetapi dianggap sebagai kondisi yang tidak manusiawi yang tidak dapat diterima." Rumah-rumah tersebut dalam struktur masyarakat yang berorientasi profit bukan hanya merupakan sebuah bentuk perlawanan tetapi juga merupakan sebuah alternatif. Pada 1 Mei 1933, gerakan buruh Katolik tersebut menerbitkan koran yang dijual dengan sangat murah. Koran tersebut menjelaskan kaitan antara perdamaian dan keadilan sosial, serta meliput banyak aksi-aksi pembangkangan sipil yang dilakukan oleh gerakan buruh Katolik dan berbagai kelompok buruh radikal lainnya melawan militerisme. Dalam bukunya yang berjudul 'The Spirit of The Sixtiest: The Making of Post-War Radicalism', James Farrell menulis, "Pasifisme, personalisme dan anarkisme dari gerakan buruh Katolik menempati halaman pertama koran mereka. Dan koran tersebut mempromosikan sebuah revolusi dengan ide-idenya." Farrel menulis bahwa dalam beberapa tahun, sirkulasi koran tersebut mencapai oplah 100.000 eksemplar dan tahun 1938 oplah mereka mencapai 190.000 eksemplar. Selama Perang Dunia II gerakan buruh Katolik tersebut dilarang karena sikap pasifis mereka dan beberapa aktifisnya dipukuli di jalanan saat mendistribusikan korannya.

Selama lebih dari 50 tahun, Dorothy Day berkomitmen penuh terhadap perdamaian, keadilan sosial dan revolusi tanpa kekerasan. Pada tahun 1983, uskup Katolik Amerika melihat adanya indikasi pergeseran sejarah dalam pelajaran tentang perang dan perdamaian saat tertulis bahwa pasifisme tidak dapat diterima baik secara moral ataupun politik bagi umat Katolik. Dulu Day bersama dengan Martin Luther King Jr. dikenal sebagai 'saksi tanpa kekerasan' yang memiliki 'pengaruh kuat dalam kehidupan gereja di Amerika Serikat'.

Dorothy Day yang selalu dijuluki 'Head Anarch' oleh editor koran gerakan buruh Katolik, dijuluki juga sebagai 'First Lady of American Catholism' dan beberapa malah memberi petisi kepada Vatikan agar mendeklarasikan dia sebagai seorang Santa. Anarkisme menurut Day adalah, "Ditingkatkannya tanggung jawab seseorang kepada orang lain, dari individu kepada komunitas, dan disaat yang sama mengurangi ketergantungan terhadap sentralisme negara."

Salah satu dari gerakan yang memiliki pengaruh besar dalam sejarah Amerika Serikat adalah gerakan Civil Rights. Satu dari grup-grup kunci gerakan tersebut adalah Student Non-Violent Coordinating Committee (SNCC). Kelompok tersebut lahir dari gerakan 'aksi duduk' yang pernah sempat populer di daerah selatan pada tahun 1060 dalam aksi protes menentang sistem Apartheid dari 'Jim Crow Laws'. Saat SNCC tidak pernah secara formal mendeklarasikan diri mereka sebagai sebuah grup anarkis, struktur organisasi mereka bermodelkan anti-otoritarian, desentralisasikan dan demokrasi serta mereka menggunakan aksi langsung dalam perjuangan mereka bagi masyarakat egaliter. SNCC memainkan sebuah peran penting dalam aksi "Freedom Rides", sebuah kampanye 1964 "Freedom Summer", yang merupakan sebuah formasi dari partai politik 'Mississippi Freedom Democratic Party' yang menentang rasisme dalam tubuh partai demokratik. Mereka telah meninggalkan sebuah ide dari aktivisme dan pengorganisiran radikal yang penting bagi siapapun yang berjuang demi perubahan sosial saat ini. Pola gerak mereka seperti pembangunan komunitas merupakan taktik aksi langsung tanpa kekerasan yang banyak digunakan oleh kelompok-kelompok seperti FNB.

Ella Baker adalah salah seorang yang menolong membentuk SNCC. Dia adalah seorang organisator selama bertahun-tahun dalam partai komunis NAACP dan membantu membangun 'Southern Christian Leadership Conference' dimana Martin Luther King Jr. terpilih sebagai presidennya. Baker yakin akan dibutuhkannya aksi-aksi langsung dan demokrasi partisipatoris dalam membentuk sebuah perubahan sosial. Dia juga yakin bahwa sebuah grup yang sukses harus menerapkan pola kepemimpinan yang datang dari grup itu sendiri, bukannya kepemimpinan yang datang dari seorang pemimpin: orang yang kuat tidak membutuhkan pemimpin yang kuat. Dalam bukunya yang berjudul: "Women In The Civil Rights Movement": Trailblazers dan Torchbearers, Carol Mueller menampilkan sebuah bab tentang Ella Baker dan pengembangan demokrasi partisipatoris. Mueller mengidentifikasikan ide-ide Baker tentang demokrasi partisipatoris sebagai berikut:



  1. Seruan bagi orang-orang yang bergerak di level akar rumput dalam masyarakat dimana mereka memiliki kontrol atas diri mereka sendiri.
  2. Meminimalisir hirarki dan profesionalisme yang selalu menjadi dasar bagi masalah kepemimpinan.
  3. Sebuah seruan akan perlunya aksi langsung sebagai sebuah jawaban atas ketakutan dan alienasi yang eksis dalam masyarakat. Eksperimentasi dari demokrasi partisipatoris dalam SNCC dipengaruhi oleh gerakan sosial yang sangat luas. Mueller juga menulis: "Demokrasi partisipatoris dan pengambilan keputusan secara konsensus dilakukan dari proyek pendaftaran pemilih bagi SNCC di Mississippi dan Georgia hingga proyek SDS (Student for a Democratic Society) yang berkembang di daerah kumuh kota-kota daerah utara pada pertengahan tahun 60-an, hingga kelompok kepedulian pembebasan perempuan di akhir tahun 1960 dan awal 1970-an, hingga group-group afinity yang tergabung dalam gerakan anti-nuklir di akhir 1970-an dan awal 1980-an".

Anarkisme dan sebuah dunia tanpa kekerasan bukan hanya saling berkaitan tapi juga tidak dapat dipisahkan. Saat bagian ini didiskusikan dengan melihat berbagai contoh dari sejarah yang harus di klaim kembali dan di ingat bahwa contoh-contoh tersebut telah menawarkan kita inspirasi dalam perjuangan demi sebuah tatanan dunia baru saat ini. Tidak seharusnya kita mengesampingkan berbagai gerakan yang diwarnai dengan kekerasan dalam sejarah anarkisme, tapi selama ini taktik pasifis tertutupi oleh contoh-contoh aksi revolusioner yang penuh kekerasan. Lebih jauhnya lagi aksi-aksi dengan kekerasan harus dilihat dan diletakkan dalam konteks situasi dan waktu sehingga kita dapat mengerti kaitan gerakan tersebut dengan perlawanan terhadap institusi sistem yang penuh kekerasan. Kita tidak akan pernah menemukan perdamaian selama kekuatan tiap orang dipisahkan dari hidup mereka.

Tetapi anarkisme sangat tidak populer dan selalu di salah artikan. Ya. Hal tersebut memang tidak populer dan selalu di salah artikan, tetapi dengan tetap diam dan tidak mau menyatakan keyakinan akan politik yang kita miliki tidak akan menghasilkan apa-apa selain hanya memperkuat struktur sistem saat ini. Saat orang-orang menentang perbudakan, saat orang-orang menuntut persamaan bagi perempuan dan kulit berwarna, saat orang-orang mengorganisir diri mereka menentang perang, saat orang-orang berjuang untuk upah dan kondisi kerja yang lebih baik, saat orang-orang mulai berdiri mempertahankan hak-hak mereka yang ditindas, diserang, dipenjarakan, dan bahkan dibunuh, saat itulah kekuatan itu kembali pada diri kita.

Dalam bukunya yang berjudul Anarchism and Black Revolution, Lorenzo Ervin menulis: "Sebagai sebuah bentuk praktek, anarkis-komunis percaya bahwa kita harus membangun tatanan masyarakat baru saat ini juga di samping terus berusaha untuk menghancurkan kapitalisme. Kita harus terus berusaha menciptakan organisasi-organisasi saling bantu anti-otoritarian untuk makanan, pakaian, perumahan, pengumpulan dana bagi proyek komunitas, dan sebagainya diantara lingkungan bertetangga kita tanpa perlu berafiliasi dengan pemerintah atau korporasi bisnis, dan tidak menjalankannya dengan tujuan meraih laba, melainkan demi kebutuhan sosial. Beberapa organisasi telah terbangun saat ini dan memberikan kepada anggota-anggotanya pengalaman praktek manajemen diri yang akan mengurangi ketergantungan orang-orang pada sistem. Pendeknya kita dapat mulai membangun infrastruktur bagi masyarakat komunal, sehingga orang-orang dapat melihat apa yang mereka perjuangkan dan untuk apa, bukan hanya sekedar ide di kepala seseorang. Dan itulah jalan menuju kebebasan".

Kita dapat membuat ide-ide ko-operasi, saling menolong, solidaritas, egalitarianisme dan tatanan masyarakat tanpa kekerasan menjadi popular, tapi hanya melalui aksi yang kita lakukan dan politik yang kita terapkan yaitu politik dalam kehidupan sehari-hari. Politik yang dekat dengan realita dalam kehidupan yang dijalani oleh masyarakat, karena semakin jauh politik kita dengan yang kita hadapi sehari-hari maka semakin tidak dapat dimengerti dan tidak berhubungannya politik tersebut dengan hidup kita.

Salah satu cara menerapkan politik radikal dalam tatanan masyarakat di mana masih terdapat banyak sekali kemiskinan dan kelaparan, adalah dengan menyediakan makanan gratis.

Untuk anarkisme

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas



Fokus pertama soal anarkisme biasanya berkutat disekitar kesalahpahaman atas pengertian anarkisme yang diartikan tidak lebih dari chaos dan perusakan. Prof. Howard Zinn, seorang pendukung FNB mendeskripsikan anarkisme dalam bukunya yang berjudul "Declaration Of Independent" sebagai berikut: "Anarkis, seperti yang saya amati dan pelajari, tidaklah percaya pada anarki seperti yang biasa dideskripsikan oleh banyak orang dan media -kekacauan, disorganisasi, chaos, kebingungan dan setiap orang bertindak semaunya. Sebagai kontrasnya, mereka percaya bahwa tatanan masyarakat dapat dan seharusnya terorganisir dalam berbagai bentuknya dimana orang-orang akan bekerja sama saat bermain dan bekerja, untuk membangun sebuah tatanan masyarakat yang lebih baik. Tapi anarkis juga menekankan bahwa setiap organisasi harus menghindari hirarki dan perintah dari atas; harus demokratis, keputusan bersama, meraih keputusan tersebut melalui diskusi yang konstan dan berbagi argumen."

Dia juga menambahkan, "Apa yang membuat saya tertarik dengan anarkisme adalah juga bahwa penolakannya bersifat total terhadap segala bentuk otoritas-otoritas negara, gereja dan dalam dunia kerja. Anarkis percaya bahwa jika kita bisa membangun sebuah tatanan masyarakat egaliter tanpa kemiskinan dan kemakmuran yang jauh terpisah, kita tak akan membutuhkan polisi, penjara, tentara, ataupun perang, karena penyebab utama semua masalah tersebut sudah lenyap."

Howard Zinn menulis beberapa pendahuluan dalam beberapa buku FNB dan secara konsisten terus menentang serangan polisi dan tindakan brutal dari pemerintah kota terhadap para anggota FNB di San Francisco. Dalam beberapa artikel di koran-koran tentang kebrutalan pemerintah kota terhadap FNB, Zinn selalu tercantum di harian tersebut. Statement yang dia bacakan antara lain berkata, "FNB memprotes sebuah sistem yang gagal untuk memberi orang-orang kebutuhan dasarnya."

Anarkisme adalah sebuah gerakan demi sebuah dunia dimana kekerasan rasis, seksis, homofobik, kapitalisme dan sejenisnya dilenyapkan dari kehidupan kita sehari-hari. Anarkisme adalah sebuah keyakinan akan terbentuknya sebuah dunia dimana perang dan kemiskinan tak akan ada lagi. Anarkisme adalah filosofi dan gerakan yang bertujuan membangun sebuah struktur ko-operasi, egaliter dan struktur sosial yang mempromosikan mutual-aid, kontrol demokrasi radikal atas keputusan politik dan ekonomi, serta berwawasan lingkungan. Jadi bagaimana hal-hal seperti diatas dapat diterapkan secara langsung melalui aksi-aksi FNB?

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Karena makanan adalah hak semua orang bukan hak istimewa segelintir orang saja!
Karena ada cukup makanan untuk semua orang dimana-mana!
Karena kekurangan bahan makanan pokok adalah bohong!
Karena disaat kita lapar atau kedinginan kita punya hak untuk mendapatkan apa yang kita inginkan dengan cara meminta, mengamen, atau menempati bangunan-bangunan kosong!
Karena kapitalisme menjadikan makanan sebagai sumber keuntungan, bukan sebagai sumber nutrisi!
Karena makanan tumbuh pada tanaman!
Karena kita butuh lingkungan bukan kendali!
Karena kita butuh rumah bukan penjara!
Karena kita butuh makanan bukan bom!


Food Not Bombs

Di berbagai penjuru dunia saat ini telah terbangun puluhan kelompok-kelompok yang aktivitasnya adalah membagi-bagikan makanan Vegetarian gratis untuk orang-orang miskin dan siapapun yang tidak mampu membeli makanan. Kelompok-kelompok ini selain mengkampanyekan sikap anti-kemiskinan mereka, secara lebih jauhnya bertujuan untuk menciptakan sebuah tatanan masyarakat yang non-kekerasan. Dan walaupun memang banyak kelompok-kelompok yang melakukan aktivitas tersebut dalam berbagai nama, namun ada satu organisasi akar-rumput yang sangat konsisten melakukan aktivitas tersebut dan organisasi ini telah berkembang secara internasional, Food Not Bombs (FNB).

Sejarah Food Not Bombs (FNB)

Bermula dari San Francisco, FNB dengan aktivitasnya begitu cepat menyebar, dari Amerika Utara, Eropa, bahkan hingga ke negara-negara Asia seperti Malaysia dan Indonesia (seperti yang terjadi belakangan ini di beberapa kota). Kebanyakan dari kita benar-benar percaya bahwa FNB dan strukturnya beserta seluruh tujuannya sangat berkaitan erat dengan orientasi anarkis. Masalah ideologis ini sendiri pada akhirnya menjadi elemen formal dari politik FNB dan sebuah statement akan visi yang diadopsi secara terbuka oleh seluruh grup dan menempatkan aksi-aksi harian ke dalam konteks politik yang lebih radikal. Statement visi ini meliputi segalanya, dari dedikasi grup terhadap perjuangan anti-seksis, hingga pembangunan kebun komunitas dan pembuatan kompos sebagai sebuah aksi yang langsung menuju sebuah tatanan masyarakat yang seimbang dengan lingkungannya.

Diharapkan tulisan ini akan membuka diskusi tentang masa depan politis dari FNB dan gerakan-gerakan sejenis sebagai sebuah gerakan transnasional yang bekerja keras melawan dominasi global dari korporasi dan kemiskinan dunia. Tulisan ini juga diharapkan dapat membantu yang lainnya dalam gerakan sosial untuk mengerti aksi-aksi seperti diatas dan sisi politisnya. Adalah politik radikal yang telah membuat kita, mengisi aktivitas kita dengan sesuatu yang berarti, yang memberi energi dan vitalitas kepada usaha-usaha harian. Disaat kita melihat bagaimana aktivitas harian berkaitan dengan gerakan yang lebih besar demi keadilan sosial dan ekonomi, hal tersebut membantu memberikan inspirasi dan motivasi yang kita butuhkan untuk terus mengumpulkan dan membagi-bagikan makanan atau juga bergumul dengan kompos atau sekedar bangun tidur lebih awal, membuat kopi dan sepotong roti yang kita miliki untuk kemudian dibagikan kepada mereka yang melakukan pemogokan. Perubahan sosial yang radikal dibangun dari hari ke hari dengan menyadari bahwa diri kita adalah bagian dari sesuatu yang jauh lebih besar dari diri kita sendiri, akan dapat membantu kita untuk melewati hari-hari dengan aktivitas yang lebih berguna.


Komunitas punk dapat dikatakan berkembang di Indonesia. Dan ketika akses informasi mulai mudah didapat, mereka tidak segan-segan untuk menunjukkan eksistensinya.

Dahulu ada semacam pendapat bahwa mereka adalah preman jalanan. Namun, perlahan-lahan stigma yang berkembang di masyarakat itu adalah salah dan lambat laun komunitas punk mulai memperlihatkan kontribusinya kepada masyarakat.

Itulah pemaparan singkat mengenai keadaan komunitas punk yang dikatakan Mujib, salah seorang pentolan punk dari komunitas Taring Babi.

Pria berambut gondrong itu menyatakan bahwa punk itu awalnya merupakan gerakan anti-kemapanan dengan semangat berdikari.

"Yah, intinya selama masih ada semangat perlawanan, di situlah semangat dari punk akan tetap ada," ujar pria yang tidak pernah tinggal menetap ini.

Lain lagi pendapat dari Andhi. Pemuda asal Magetan ini mengatakan bahwa punk merupakan perlawanan terhadap kultur budaya yang populer.

"Punk itu merupakan pilihan hidup bagi yang menyakini, terutama mereka yang menghendaki kemandirian," ujar Andhi yang baru dua tahun menetap di Jakarta.

Andhi menambahkan, komunitas punk yang tertanam dalam benak masyarakat adalah merupakan murni pandangan yang salah.

Kostum hitam-hitam, rambut mohawk, celana street dan sepatu bot merupakan aksesoris lazim yang biasanya dipakai oleh anak-anak punk. Namun, mereka sekarang tidak terjebak dengan penampilan seperti itu.

"Dandanan seperti itu di mata punk tidak ada apa-apanya," lanjut Mujib.

Argumen Mujib juga diamini oleh Andhi. Andhi melihat banyak orang sekarang memakai aksesoris punk, tetapi tidak mengenal esensi dari punk itu sendiri.

"Menjadi punk itu mudah, tinggal beli baju robek-robek bisa aja itu dinamakan punk, tapi menjalani kehidupan punk itu sulit dan harus memegang filosofinya betul-betul," lanjut pemuda berbadan tambun ini.

Memang setiap dandanan tersebut ada maknanya, contohnya rambut mohawk sebagai bentuk penghormatan kepada suku Indian yang tertindas di Amerika dan sepatu bot sebagai penghormatan kepada kelas pekerja atau buruh yang awalnya sering memakai sepatu itu.

"Ada orang yang berbaju punk hanya hari-hari tertentu saja, berarti dia punk secara kultur atau ’fashion’ saja belum menjadi punk secara pemikiran," tambah Mujib.

Pemuda Urakan nan Kreatif

Semenjak komunitas punk masuk di Indonesia, mereka kemudian berkembang pesat. Komunitas Taring Babi misalnya berdiri sejak 1996. Dan diduga jumlah mereka sangat banyak karena hampir di tiap kota di Indonesia mereka mempunyai pengikut.

"Indonesia itu menjadi nomor satu dari banyaknya komunitas punk di dunia selain Brazil dan Polandia," klaim Mujib yang perkataannya didasari dari penelitian sebuah majalah yang berbasis di Amerika.

Komunitas punk ini juga berkembang dari para kelas menengah karena akses informasi dengan mudah didapatkan di sana. Kemudian berkembang ke kelas menengah ke bawah karena di sanalah banyak dari mereka yang tertindas oleh kemajuan zaman.

Namun, mereka kemudian bisa bertahan dan bahkan berkembang karena semangat yang mereka tawarkan.

Pada awal masuk ke Indonesia, komunitas punk memplesetkan perkataan "punk" itu sendiri dengan kepanjangan "pemuda urakan nan kreatif".

Konsep inilah yang membuat punk bisa bertahan. Banyak sekali proses kreatif yang mereka lakukan.

"Banyak dari (teman-teman komunitas) kita yang menulis buku dan melukis bahkan membuat komunitas studi," ujar Mujib yang bekerja sebagai editor paruh waktu di berbagai penerbit di ibu kota.

Bahkan, mereka membuat banyak konsep baju dan membuat kelompok band dengan mengedarkan album sendiri dengan biaya sendiri.

"Inilah semangat pembangkangan yang kita lakukan, bebas tapi tidak menganggu orang lain," ujar Mujib yang telah membaca buku-buku karya Karl May semenjak SD.

Bisa jadi, inilah konsep awal dari distro-distro yang telah menjamur belakangan ini di kota-kota besar di Indonesia.

"Kita hidup dari komunitas kita sendiri (dengan) memproduksi kaus, emblem bahkan album rekaman dan itu tidak merugikan orang lain kan," yakin Andhi yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil.

Latar belakang kehidupan punk yang bermacam-macam inilah yang membuat mereka unik. Ada yang menjadi pelajar, mahasiswa, dosen, pemain band, penerbit buku bahkan seperti Andhi yang pegawai negeri sipil. Inilah sumber kreativitas mereka karena tidak tergantung dari pemikiran yang sama, tetapi mempunyai semangat yang sama atas kemandirian.

Banyak sekali kontribusi lain yang diberikan seperti membersihkan kali atau musala yang rutin mereka lakukan bahkan di Yogyakarta kelompok Taring Padi memberikan pelajaran Bahasa Inggris, les gambar, dan membuka perpustakaan umum dengan tujuan mendekatkan komunitas punk dengan masyarakat.

Harapan

Komunitas ini mulai membuka diri ke media. Padahal mereka awalnya tidak percaya dengan media karena tidak ada subyektivitas dalam pemberitaan yang melihat punk dari segi fashion saja.

"Kami membuka diri ke media karena juga ingin memperlihatkan inilah wajah komunitas punk yang sebenarnya," lanjut Mujib yang meninggalkan Sumbawa untuk merantau di Jakarta sejak usia 18 tahun.

Bahkan, komunitas Taring Babi di daerah Jagakarsa sering sekali diliput oleh berbagai media di luar negeri, seperti dari Jerman, Irlandia, dan Jepang.

"Tapi ada juga sih yang tidak senang kita membuka diri terhadap media dan kita dianggap pengkhianat, tapi enggak apa-apalah itu hak mereka," lanjut pria yang lahir pada 1972 ini.

Padahal, konsep awal punk menurut Mujib adalah antirasis dan antifasis serta lebih plural terhadap perbedaan.

Berbicara mengenai harapan, Mujib menginginkan komunitas ini bisa lebih berkembang ke masyarakat, terutama semangat pemikirannya tidak hanya menjadi sekadar budaya "fashion" belaka.

Ini juga menjadi harapan dari Andhi yang berharap punk bisa menjadi gerakan sosial baru dan menjadi alternatif gerakan.

"Harapan saya komunitas punk bisa membaur dengan masyarakat dan tidak memandang negatif, tentunya punk juga harus bisa membuktikan dirinya ada dan memberikan kontribusi positif, " lanjut pemuda yang mengenal punk ketika duduk di bangku SMP.

Inilah harapan yang besar dan sesuatu yang masih harus dibuktikan dalam komunitas punk. Banyak sekali hambatan yang mereka hadapi selain resistensi dari masyarakat. Penolakan terhadap perubahan dari kalangan mereka sendiri pun menjadi kesulitan sendiri.

Namun, dengan semangat orang-orang seperti mereka membuat cita-cita dari komunitas ini tidak akan menjadi padam dan akan semakin menyala dengan dukungan berbagai pihak yang menghargai mereka.


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Anarko-Komunisme adalah suatu bentuk dari anarkisme yang mengajarkan penghapusan negara (atau institusi kenegaraan) dan faham kapitalisme, untuk sebuah jaringan asosiasi sukarela di mana semua orang bebas untuk memenuhi kebutuhannya.

Anarko-Komunisme juga dikenal dengan sebutan anarkis komunisme, komunis anarkisme, anarkisme-komunis ataupun komunisme libertarian. Namun, walaupun semua anarkis komunis adalah komunis libertarian, tetapi tidak semua komunis libertarian adalah anarkis (menganut faham anarkisme), misalnya dewan komunis. hal yang membedakan anarko-komunisme dari varian lain dari libertarian komunisme adalah bentuk oposisinya terhadap segala bentuk kekuasaan politik, hirarki dan dominasi. Komunisme bisa tumbuh subur dinegara - negara miskin maupun negara berkembang, namun dengan runtuhnya negara-negara komunis yang kuat menyebabkan faham-faham komunis inipun tidak akan bisa berkembang menjadi besar.

“It was Gramsci who, in the late twenties and thirties, with the rise of fascism and the failure of the Western European working-class movements, began to consider why the working class was not necessarily revolutionary, why it could, in fact, yield to fascism.” (Gitlin, 1994: 516)

Konsep Hegemoni

Istilah hegemoni berasal dari istilah yunani, hegeisthai (“to lead €?). Konsep hegemoni banyak digunakan oleh sosiolog untuk menjelaskan fenomena terjadinya usaha untuk mempertahankan kekuasaan oleh pihak penguasa. Penguasa disini memiliki arti luas, tidak hanya terbatas pada penguasa negara (pemerintah).

Hegemoni bisa didefinisikan sebagai: dominasi oleh satu kelompok terhadap kelompok lainnya, dengan atau tanpa ancaman kekerasan, sehingga ide-ide yang didiktekan oleh kelompok dominan terhadap kelompok yang didominasi diterima sebagai sesuatu yang wajar (common sense). Lihat juga definisi dibawah ini:

* Hegemony is the dominance of one group over other groups, with or without the threat of force, to the extent that, for instance, the dominant party can dictate the terms of trade to its advantage; more broadly, cultural perspectives become skewed to favor the dominant group. Hegemony controls the ways that ideas become “naturalized” in a process that informs notions of common sense (http://en.wikipedia.org/wiki/Hegemony)

* “…Dominant groups in society, including fundamentally but not exclusively the ruling class, maintain their dominance by securing the ’spontaneous consent’ of subordinate groups, including the working class, through the negotiated construction of a political and ideological consensus which incorporates both dominant and dominated groups.” (Strinati, 1995: 165)

Dapat kita simpulkan bahwa:

* Dalam hegemoni, kelompok yang mendominasi berhasil mempengaruhi kelompok yang didominasi untuk menerima nilai-nilai moral, politik, dan budaya dari kelompok dominan (the ruling party, kelompok yang berkuasa).

* Hegemoni diterima sebagai sesuatu yang wajar, sehingga ideologi kelompok dominan dapat menyebar dan dipraktekkan.

* Nilai-nilai dan ideologi hegemoni ini diperjuangkan dan dipertahankan oleh pihak dominan sedemikian sehingga pihak yang didominasi tetap diam dan taat terhadap kepemimpinan kelompok penguasa.

* Hegemoni bisa dilihat sebagai strategi untuk mempertahankan kekuasaan

“…the practices of a capitalist class or its representatives to gain state power and maintain it later.” (Simon, 1982: 23)

Jika dilihat sebagai strategi, maka konsep hegemoni bukanlah strategi eksklusif milik penguasa. Maksudnya, kelompok manapun bisa menerapkan konsep hegemoni dan menjadi penguasa. Sebagai contoh hegemoni, adalah kekuasaan dolar amerika terhadap ekonomi global. Kebanyakan transaksi internasional dilakukan dengan dolar amerika.

Pembentukan Hegemoni

Gramsci (1891-1937) merupakan tokoh yang terkenal dengan analisa hegemoninya. Analisa Gramsci merupakan usaha perbaikan terhadap konsep determinisme ekonomi dan dialektika sejarah Karl Marx (lihat Das Capital Marx).

Dalam dialektika sejarah Marx, sistem kapitalisme akan menghasilkan kelas buruh dalam jumlah yang besar dan terjadi resesi ekonomi. Pada akhirnya, akan terjadi revolusi kaum buruh (proletar) yang akan melahirkan sistem sosialisme. Dengan kata lain, kapitalisme akan melahirkan sosialisme. Namun, hal ini tidak terjadi.

Gramsci mengeluarkan argumen bahwa kegagalan tersebut disebabkan oleh ideologi, nilai, kesadaran diri, dan organisasi kaum buruh tenggelam oleh hegemoni kaum penguasa (borjuis). Hegemoni ini terjadi melalui media massa, sekolah-sekolah, bahkan melalui khotbah atau dakwah kaum religius, yang melakukan indoktrinasi sehingga menimbulkan kesadaran baru bagi kaum buruh. Daripada melakukan revolusi, kaum buruh malah berpikir untuk meningkatkan statusnya ke kelas menengah, mampu mengikuti budaya populer, dan meniru perilaku atau gaya hidup kelas borjuis. Ini semua adalah ilusi yang diciptakan kaum penguasa agar kaum yang didominasi kehilangan ideologi serta jatidiri sebagai manusia merdeka.

Agar kaum buruh dapat menciptakan hegemoninya, Gramsci memberikan 2 cara (Strinati, 1995), yaitu melalui “war of position €?(perang posisi) dan “war of movement €?(perang pergerakan). Perang posisi dilakukan dengan cara memperoleh dukungan melalui propaganda media massa, membangun aliansi strategis dengan barisan sakit hati, pendidikan pembebasan melalui sekolah-sekolah yang meningkatkan kesadaran diri dan sosial. Karakteristiknya:

* Perjuangan panjang

* Mengutamakan perjuangan dalam sistem

* Perjuangan diarahkan kepada dominasi budaya dan ideologi

Perang pergerakan dilakukan dengan serangan langsung(frontal), tentunya dengan dukungan massa. Perang pergerakan bisa dilakukan setelah perang posisi dilakukan, bisa juga tidak.

Meskipun analisa Gramsci berkisar pada perang kelas ekonomi, konsep hegemoni dapat diperluas ke wilayah sosial dan regional. Misalnya, undang-undang subversif pada zaman orba. Di kampus, kita bisa lihat hegemoni KM ITB, hegemoni rektorat. Pada tulisan berikutnya, kita akan analisa hegemoni di kampus ITB.

Daftar Pustaka

Gitlin, Todd (1979), ‘Prime time ideology: the hegemonic process in television entertainment’, in Newcomb, Horace, ed. (1994), Television: the critical view – Fifth Edition, Oxford University Press, New York.

Simon, Roger (1991), Gramsci’s Political Thought: An introduction, Lawrence and Wishart, London.

Strinati, Dominic (1995), An Introduction to Theories of Popular Culture, Routledge, London.

http://en.wikipedia.org/wiki/Hegemony

No Image Preview
No Image Preview
No Image Preview

From Bali With Rock Diary 2 - Final.

19 Juli 2009, Baltimore, MD.
Pertama kali masuk Baltimore kita sempat mengira berada di Jamaika! Kaum kulit hitam mendominasi pemandangan dan sangat jarang kita menemukan warga kulit putih di jalanan. Nuansa gangster pekat terasa. Kita tiba di venue legendaris Otto Bar [The White Stripes dan The Queers pernah manggung disini] jam 7 malam dan terkesima dengan desain venue yang rock n roll to the max.

Staff yang friendly dan sound system yang bersih. So far, it’s definetly the best venue during this US tour. Kita dibuka band noise punk 3-piece Crank [New York] yang agresif dengan kedua vokalis memakai microphone hands free buatan sendiri.


Impresif. Band metal-core End Of Struggle [Washington DC] menghajar panggung setelahnya dan walaupun rata-rata berusia sangat muda, they got something to say. Giliran SID tiba jam 9.30. Sempat mengalami kendala pada drum yang sedikit rapuh, kami membawa 7 lagu dan lumayan memuaskan penonton yang mayoritas warga negara Indonesia. Yep, penonton tour From Bali With Rock memang lebih banyak WNI.

Ini karena informasi SID datang ke AS sudah menyebar di kalangan WNI yang bermukim di AS. Tidak ada salahnya juga, setelah menghajar publik AS di Warped Tour, kami menghibur sesama WNI. Cukup seru, banyak dari WNI ini yang berstatus gelap dan rata-rata sudah 5-10 tahun belum pernah balik ke Indo. Mengobati rasa kangen mereka akan Indonesia cukup memberi arti bagi kami.

Setelah dijamu makan malam, kami cabut ke Philadelphia dan harus berada di airport jam 5 pagi. Flight kami ke LA jam 7 pagi dan sesampainya disana kami akan langsung menuju venue untuk konser penutup di US tour ini. Penerbangan ini akan memakan waktu sekitar 7 jam. So ya, it’s gonna be a long day in the sky!

20 Juli 2009, Los Angeles, CA.
Gila! Hari ini terasa gila. Kita ketinggalan pesawat saat transit di Phoenix karena U.S Airways yang kita tumpangi merubah gate tanpa konfirmasi yang jelas [airport LAX memiliki puluhan gate]. Fuck! Ini adalah konser penutup kita di AS dan semuanya terasa falling apart.

Sempat putus asa dan hampir menghancurkan fasilitas airport [hehe], kita akhirnya mendapat flight selanjutnya dan mendarat di L.A jam 6.30, sementara jam 7.20 kita harus sudah diatas panggung. Dengan sukses kita benar-benar bertarung dengan waktu di jalanan L.A yang terkenal sering macet. Kita yang seharian belum mandi dan kurang tidur karena berangkat jam 4 pagi dari Philadelphia, langsung tancap gas menuju venue [Whiskey A Go Go, salah satu club paling terkenal di AS, Social Distortion sampai Motley Crue pernah tampil disini].

Sampai di venue langsung ganti baju di parkiran, loading alat, soundcheck dan tepat jam 7.30 kita membakar panggung. Crowd yang campuran WNI dan warga AS cukup menggila. Kelar 30 menit, pihak Whiskey A Go Go [dan crowd] meminta kami bermain lagi dan jadilah SID total memainkan 9 lagu! Haha. Berhubung CD dan merch kita sudah sold out di NY, kita tidak bisa berjualan malam itu meskipun demand dari crowd lumayan kencang.

Di venue kami sempat hang out sebentar dengan band-band/scenester L.A dan bertemu Veroland dari Kick Ass Choppers Jakarta yang kebetulan sedang berada di AS. Entah karena terlalu lelah atau mabuk atau home sick atau apapun itu, malam pun berlalu begitu cepat dengan bayangan pulau Bali yang hangat dan sederhana menghantui pikiran kita.

Yup, kita ingin pulang. Dengan cahaya yang benderang. Amerika sudah cukup banyak membuka mata SID. Kita banyak belajar tentang solidaritas, kesabaran, toleransi, kerjasama dan how to survive in the worst situation. Dan satu hal yang pasti, walau setan masih meraja di Indonesia, kita boleh berbangga karena Indonesia memiliki kecintaan yang luar biasa akan kesederhanaan. Hal penting namun seringkali dilupakan di negara maju yang menuhankan citra dan uang.

Kesederhanaan Indonesia membuat mata hati kita kaya dan terhormat. Indonesia jangan pernah berhenti teriakkan terus persahabatan dan kesetaraan ke seluruh pelosok dunia.

So long America...thanx for all the joy, the good times and the bad!

Ditulis dan diceritakan oleh : -jrx-
No Image Preview No Image Preview No Image Preview

No Image Preview
No Image Preview
No Image Preview

From Bali With Rock Diary 2

14 Juli 2009, New York.
Perjalanan dari Philadelphia ke NY yang hanya 1,5 jam terasa cukup seru, kita melewati tunnel bawah laut yang cukup panjang dan tiba di NY jam 11 malam. Setelah menjemput sang sutradara clip dari Canada, kita menuju tempat menginap di kawasan Queens dan beristirahat dengan damai walaupun harus bertumpuk dalam satu besement [thanx alot Sony!, we owe you millions!]. Esok pagi nya kita shooting video klip di pusat kota NY dan tersadar betapa hectic dan gila nya kota ini.


Semuanya serba terburu-buru, dingin dengan atmosfer tegang. Yeah, we are right at the so-called centre of the universe. NY adalah pusat bisnis dan fashion dunia dengan tingkat stress maha-tinggi. Sepanjang hari kita melihat ada banyak jiwa-jiwa putus asa bertebaran di jalanan NY yang merefleksikan betapa kerasnya kota ini.

Hari ini kita cukup beruntung, walaupun nekat shooting tanpa surat ijin di pusat kota [Time Square] dan memancing perhatian warga lokal dan tourist, para polisi NY yang terkenal galak seperti tidak peduli dan membiarkan saja. Mungkin mereka juga terlalu sibuk ya? Ha. Kita juga sempat menuju Staten Island dan shooting diatas ferry. Lalu berkeliling di Central Parks, Empire State Building, China Town dll. Shooting berakhir jam 8 malam dan kaki terasa remuk karena selama shooting kita banyak sekali berjalan. 16 Juli 2009, New York.
It's show time! Malam ini kita akan menghajar kerasnya NY dengan api cinta yang kita punya. Ada beberapa pengalaman menarik sebelum konser. Kita tiba di venue [The Delancey] terlalu awal dan venue masih tutup. Karena area venue sedikit ghetto, Jrx disangka anggota geng oleh preman kulit hitam setempat [padahal iya, geng sepeda, hehe].

Dan saat shooting tambahan untuk clip, kita hampir dipalak preman karena shooting di teritori nya. Ada-ada saja. Venue yang dari depan terlihat kumuh ternyata memiliki bagian dalam yang lumayan elite. Kita bermain bersama 4 band lokal yang rata-rata memainkan musik 'hari ini' [rock + disco] dan kita mendapat urutan ke dua. Bermain selama 40 menit, kita habis-habisan di panggung dengan hasil ajaib. Semua merchandise dan CD sold out! Bartender dan security di venue menunjukkan salutnya dengan mentraktir kita minum dan beberapa pers/photografer lokal menunjukkan ketertarikannya.

Malam itu kita sukses membuka mata beberapa warga NY akan eksistensi Indonesia walaupun earlier kita mendapat berita duka tentang bom di Jakarta. Meski setan masih meraja di Indonesia, kita tidak akan pernah berhenti meneriakkan perdamaian dan persahabatan di seluruh pelosok dunia. New York City, you need to sleep and chill out a bit!

Ditulis dan diceritakan oleh : -jrx-


Bali Bukan California

Minggu, 19 Juli 2009 | 03:32 WIB
Budi Suwarna
”More! More! More!” Teriak puluhan penonton meminta Superman Is Dead (SID) menyanyikan lagi beberapa lagu. Ini bukan terjadi di konser SID di Indonesia, melainkan di arena Warped Tour 2009 di Time Warner Cable Amphitheatre di Cleveland, Ohio, Amerika Serikat.


Sayang SID tidak bisa memenuhi permintaan mereka karena jatah manggungnya selama 20 menit sudah berakhir. Sambil turun panggung, vokalis SID, Bobby Kool, berteriak, ”Kamu bisa mendengarkan CD album kami.”

Sebagian penonton pun mendatangi personel SID di belakang panggung, berbincang, kemudian membeli CD album SID. Mereka juga meminta tanda tangan dan foto bersama SID.

Selain di Cleveland, kata Eka Rock, SID juga mendapat sambutan meriah di Indianapolis dan Las Cruces. Di Las Cruces, SID bahkan bisa memancing penonton untuk moshing atau saling mendorong dan saling mengempaskan tubuh di tengah massa ketika SID main.

Di kota-kota lain, penampilan SID umumnya hanya ditonton rata-rata 30 orang. Itu masih bagus. Banyak band lain yang hanya ditonton sekitar 10 orang.

Di ajang ini, band yang belum punya nama memang harus bersaing langsung dengan band tenar, seperti Bad Religion, NOFX, Anti Flag, dan A Day to Remember, merebut penonton. Di Pittsburgh, misalnya, SID harus bermain pada waktu yang hampir bersamaan dengan NOFX dan Anti Flag. Panggung mereka pun hanya berjarak masing-masing 30-an meter. Bisa ditebak, penonton lebih melirik NOFX dan Anti Flag.

Agar ditonton banyak orang, personel band yang belum punya nama harus promosi keliling arena Warped Tour sambil membawa papan bertuliskan nama bandnya dan jadwal manggung hari itu. Ada pula yang mengecat nama band mereka di aspal di lokasi-lokasi strategis atau membagi selebaran.

Personel SID berusaha memikat perhatian dengan berputar-putar arena Warped Tour mengenakan kain kotak-kotak dan penutup kepala khas Bali. Di tengah kerumunan massa, mereka berteriak, ”We are from Bali, Indonesia.”

Hasilnya? Mereka menemukan beberapa orang yang sudah tahu SID dari situs Myspace. Sebaliknya, mereka pun menemukan beberapa orang yang jangankan tahu SID, tahu Bali dan Indonesia saja tidak. Di California, misalnya, seorang pengunjung Warped Tour bertanya, ”Apakah Anda orang Meksiko?”

”Bukan. Kami dari Bali.”
”Oh, Bali (dia melafalkannya ballay). Apakah itu suatu tempat di California?”

(Gubrak!!!)

Pada akhirnya, para personel SID harus menjadi ”duta bangsa” yang tidak hanya menjelaskan musiknya, melainkan juga letak Indonesia di peta dunia. Kemudian, SID memberikan gambaran bahwa Bali itu Pulau Dewata yang indah-permai, gemah ripah loh jinawi. Untungnya, mereka tidak banyak bertanya soal teror bom di Indonesia.

Hemat

Bagaimana SID bisa bermain di festival punk terbesar di dunia ini? Jerinx, drumer SID, mengatakan, mereka direkomendasikan NOFX yang mereka kenal ketika band itu konser di Bali tahun 2007. Saat itu, SID menjadi band pembuka konser NOFX.

Apa makna tur ini bagi SID? Jerinx mengatakan, tur ini memberi pengalaman yang sangat berarti. ”Kami sekarang tahu bagaimana cara bersaing dengan band-band lain, bagaimana cara tampil di festival sebesar Warped,” ujarnya.

Di ajang Warped Tour kali ini, SID menjadi satu-satunya band dari Asia. Dalam sejarah Warped Tour yang dimulai tahun 1994, selain SID, baru ada dua band asal China dan Jepang yang bisa tampil di sini.

SID tampil di 11 dari 47 kota di AS dan Kanada. Penampilan perdana mereka dimulai di beberapa kota di California yang berada di pantai barat AS. Mereka kemudian bergerak ke Arizona di selatan, New Mexico di tengah, Texas, Indianapolis, terus bergerak ke pantai timur ke Ohio dan Pennsylvania. Dengan demikian, perjalanan SID bisa dikatakan membelah AS dari pantai barat ke timur yang kalau menggunakan pesawat bisa berjam-jam.

Tapi, SID tidak menggunakan pesawat. Mereka memakai mobil van sewaan yang disesaki tujuh penumpang ditambah peralatan band dan tas-tas besar. Perjalanan ini memang jauh dari mewah. Modal untuk tur di AS yang diperoleh SID dari sponsor, menurut Bobby, tidak lebih dari Rp 250 juta. Sementara honor setiap tampil di Warped Tour hanya 250 dollar AS dipotong pajak 30 persen.

Uang itu harus dicukup-cukupkan untuk menutup semua pengeluaran SID selama mengikuti Warped Tour dari 26 Juni-9 Juli yang dilanjutkan dengan konser From Bali With Rock di enam kota di AS hingga akhir Juli nanti.

Karena itu, mereka benar-benar hemat. Mereka, misalnya, hanya menyewa satu kamar hotel untuk tujuh orang. ”Pokoknya gila deh,” kata Boby, Jumat (10/7), ketika berbincang-bincang di Washington DC.

Bebas

Di Indonesia, nama SID kini sedang melambung tinggi. Lagunya, ”Jika Kami Bersama”, belakangan ini sering diputar di layar televisi dan radio. Namun, jauh sebelum lagu itu keluar, SID yang dibentuk tahun 1995 telah malang melintang di sejumlah gig atau panggung indie. Mereka juga sempat merilis tiga album indie tahun 1997, 1999, dan 2002.

Tahun 2003, SID bergabung dengan label Sony Music Indonesia dan menelurkan album Kuta Rock City. Lewat dua lagu andalan, ”Kuta Rock City” dan ”Punk Hari Ini”, mereka langsung disejajarkan dengan grup-grup rock mapan Indonesia. Masih bersama Sony, tahun 2004, 2006, dan 2009 SID berturut-turut merilis album The Hangover Decade, Blackmarket Love, dan Angles and The Outsiders.

Bersamaan dengan itu, komunitas penggemar SID, Outsiders, pun terbentuk di beberapa daerah, seperti Yogyakarta, Bandung, Bali, dan Jakarta.

Meski bergabung dengan label utama, SID tidak banyak berubah. Musik mereka tetap garang dan lirik lagunya masih menyuarakan kepentingan kaum marjinal, mengecam kesewenang-wenangan politik, dan kemarahan alam. Buat SID, lanjut Jerinx, musisi harus memiliki keberpihakan pada yang lemah.

Citra SID sebagai band yang garang, kasar, dan berandalan juga tetap melekat meski sebenarnya para personel SID dalam keseharian ternyata amat santun dan gaya hidupnya sangat biasa. Eka yang asli Negara, Bali, dan bernama asli I Made Eka Arsana (34), rajin minum susu; Jerinx atau I Gede Ari Astina (32) berusaha menjadi vegetarian; Bobby atau I Made Putra Budi Sartika (32) jarang merokok.

Foto dan Berita diambil dari Kompas cetak.


Budi Suwarna
Ribuan orang—sebagian berpenampilan ”nyeleneh”—berkumpul di padang rumput luas di Pittsburgh, Amerika Serikat. Sambil menenggak minuman, mereka hanyut dalam musik bising yang disajikan puluhan band punk, termasuk Superman Is Dead dari Indonesia. Inilah salah satu rangkaian tur festival punk yang diklaim terbesar di dunia.


Festival itu resminya bernama Vans Warped Tour 2009. Tahun ini, festival tersebut diadakan maraton di 47 kota di AS dan Kanada sejak 2 April hingga 28 Agustus nanti. Kami sempat menyaksikan dua rangkaian Warped Tour yang digelar di Pittsburgh, Rabu (8/7), dan di Cleveland, Kamis (9/7).

Suasana yang tertangkap nyaris sama. Di Post Gazette, Pittsburgh, tempat festival berlangsung, anak-anak muda datang dengan dandanan yang tidak lumrah untuk ukuran umum. Gadis-gadis remaja memakai tank top dengan celana super pendek bertuliskan ”Girls Don’t Poop” tepat di bagian (maaf) bokongnya. Rambutnya dicat merah, biru, hijau, atau kuning. Bibir dan daun telinganya ditindik.

Sebagian remaja laki-laki tampil dengan gaya khas anak punk. Rambut mohawk, tato, celana kulit dengan gesper logam dan rantai berjuntai-juntai, serta peniti yang ditancapkan di dada atau bibir.

Penampilan nyeleneh, serba beda, dan provokatif seperti itu memang menjadi bagian dari kultur punk. Itu adalah sebuah tanda pemberontakan terhadap nilai-nilai dominan. Sebuah subversi atas sistem ketertiban. Sinyal pemberontakan lainnya tampil dalam bentuk musik yang bising, penuh emosi, dan lirik yang cenderung subversif.

Tengoklah penampilan Jeffree Star, penyanyi asal AS, di Smartpunk Stage, yang seperti menjungkirbalikkan batas-batas gender. Penyanyi gay yang juga model dan perancang ini mengecat rambutnya dengan warna terang dan berdandan medok. Dia mengenakan stoking jaring-jaring, rok di atas dengkul, dan baju ketat. Gerakannya amat gemulai, tetapi suaranya menggelegar diiringi musik hibrid elektronik-hip hop-disko yang mengentak dan bising.

Dia juga menyertakan dua penari latar. Seorang laki-laki amat gemulai dan seorang perempuan yang tubuhnya amat montok dengan gerakan patah-patah dan bertenaga.

Meski tak jelas apa yang Jeffree nyanyikan—karena yang terdengar hanya desahan, teriakan penuh emosi, dan kata-kata f**k you—aksinya mampu merebut perhatian sekitar 1.000 penonton. Mereka hanyut dalam entakkan musik bising. Sebagian saling dorong di antara sesama atau berguling-guling di atas kepala ribuan penonton lain.

Di panggung utama, NOFX, band punk asal California (sekarang berbasis di San Franscisco) juga melakukan hal yang sama. Mereka mengajak sekitar 2.000 penonton bertekad melawan perang serta menciptakan perdamaian.

”Ayo angkat satu tanganmu dan berjanjilah untuk perdamaian,” ujar vokalis dan basis NOFX, Fat Mike. Penonton mengikuti seruan Mike dan ketika itulah musik mengentak.

Band asal AS itu belakangan memang getol mengecam kebijakan perang (mantan) Presiden AS George W Bush. NOFX pada tahun 2003, misalnya, merilis album The War on Errorism untuk mengejek keputusan Bush yang berperang ke Irak dengan alasan yang terbukti salah. Tahun itu juga mereka menggelar tur Rock Against Bush.

Selain NOFX, band ternama lainnya yang hadir di Warped Tour kali ini, antara lain, adalah Anti Flag, Bad Religion, A Day to Remember, dan A Rocket to The Moon.

Superman Is Dead

Di antara kepungan band punk ternama, ada Superman Is Dead (SID). Band punk asal Bali ini menjadi satu-satunya band Asia yang hadir di Warped Tour 2009. Di Post Gazette, SID tampil sekitar pukul 15.00 di Kevin Says Stage, bersamaan dengan jadwal manggung NOFX dan Anti Flag.

Bisa ditebak, penonton hampir tidak melirik band yang di Indonesia namanya sedang melambung lewat tembang ”Jika Kami Bersama”. Ketika SID mulai beraksi, hanya ada sekitar 10 penonton di depan panggung.

”Heeeeeyyy, we are from Bali, Indonesia,” teriak Eka Rock, pemain pemain bas SID, mencoba menarik perhatian penonton yang lalu lalang di tengah arena Warped Tour. Tanpa banyak basa-basi, Eka Rock, Bobby Kool (vokalis), dan Jerinx (drumer) langsung menggebrak dengan lagu ”Year of the Danger” yang liriknya berisi kemarahan atas teror bom di Bali.

Ketika menyanyikan lagu ini, Bobby terlihat amat emosional sebab beberapa lokasi yang terkena ledakan bom di Bali tidak lain adalah tempat dia nongkrong. Mungkin, dia akan lebih emosional lagi jika—waktu itu—dia tahu teror bom masih akan berlanjut di kawasan Kuningan, Jakarta, Jumat (17/7) pagi.

Lewat gebrakan pertama ini, SID berhasil menarik beberapa penonton. Mereka mulai bertanya, ”Ini band dari mana?” Pada lagu berikutnya, ”Goodbye Whiskey” dan ”Vodkabilly”, semakin banyak penonton yang tertarik. Ketika SID menyelesaikan penampilannya dengan ”Kuta Rock City”, penonton yang bertahan mencapai 40-an orang.

Hasil ini tidak buruk sebab band-band dari luar AS—termasuk The Blackout asal Inggris yang cukup punya nama—juga tidak mampu menyedot penonton AS dalam jumlah besar. SID pun masih bisa terhibur sebab seusai tampil ada dua anak muda yang mendatangi SID dan memuji penampilannya setinggi langit.

”You guys got more skill than Green Day,” katanya, kemudian meminta foto bersama dan membeli CD album SID.

Kedua anak muda asal Pittsburgh itu bernama Josh (18) dan Vinnie (17). Mereka mengaku baru pertama kali mendengar lagu dan menyaksikan penampilan SID. ”Saya langsung suka. Kalau band ini asal AS, saya kira mereka akan segera populer,” ujar Josh.

Eka Rock mengatakan, SID sudah berusaha sekuat tenaga untuk menarik perhatian penonton. ”Lumayan banyak juga yang lihat. Kami realistis aja, di sini SID enggak dikenal. Bahkan, orang tidak tahu Bali dan Indonesia,” katanya.

Juru bicara

Apa yang disuarakan band punk yang tampil di Warped Tour 2009 rasanya masih tetap aktual dengan kondisi saat ini ketika dunia masih dalam cengkeraman hegemoni beberapa gelintir negara, ancaman perang masih nyata, dan jurang perbedaan kian menganga.

Untuk konteks Indonesia, apa yang disampaikan SID lewat lagu ”Years of the Danger”, seperti mewakili kemarahan bangsa Indonesia terhadap para teroris yang meledakkan bom dengan mengatasnamakan agama.

Sayangnya, pesan yang disampaikan band-band punk itu jadi terkesan basa-basi. Mengapa? Karena Warped Tour kali ini tidak memiliki pesan yang jelas. Satu-satunya pernyataan yang muncul adalah bahwa festival tersebut ramah lingkungan karena menggunakan energi matahari.

Pada akhirnya, festival ini menjadi sekadar perayaan dan hura-hura anak punk.

Foto dan Berita diambil dari Kompas.

Budi Suwarna
Ribuan orang—sebagian berpenampilan ”nyeleneh”—berkumpul di padang rumput luas di Pittsburgh, Amerika Serikat. Sambil menenggak minuman, mereka hanyut dalam musik bising yang disajikan puluhan band punk, termasuk Superman Is Dead dari Indonesia. Inilah salah satu rangkaian tur festival punk yang diklaim terbesar di dunia.


Festival itu resminya bernama Vans Warped Tour 2009. Tahun ini, festival tersebut diadakan maraton di 47 kota di AS dan Kanada sejak 2 April hingga 28 Agustus nanti. Kami sempat menyaksikan dua rangkaian Warped Tour yang digelar di Pittsburgh, Rabu (8/7), dan di Cleveland, Kamis (9/7).

Suasana yang tertangkap nyaris sama. Di Post Gazette, Pittsburgh, tempat festival berlangsung, anak-anak muda datang dengan dandanan yang tidak lumrah untuk ukuran umum. Gadis-gadis remaja memakai tank top dengan celana super pendek bertuliskan ”Girls Don’t Poop” tepat di bagian (maaf) bokongnya. Rambutnya dicat merah, biru, hijau, atau kuning. Bibir dan daun telinganya ditindik.

Sebagian remaja laki-laki tampil dengan gaya khas anak punk. Rambut mohawk, tato, celana kulit dengan gesper logam dan rantai berjuntai-juntai, serta peniti yang ditancapkan di dada atau bibir.

Penampilan nyeleneh, serba beda, dan provokatif seperti itu memang menjadi bagian dari kultur punk. Itu adalah sebuah tanda pemberontakan terhadap nilai-nilai dominan. Sebuah subversi atas sistem ketertiban. Sinyal pemberontakan lainnya tampil dalam bentuk musik yang bising, penuh emosi, dan lirik yang cenderung subversif.

Tengoklah penampilan Jeffree Star, penyanyi asal AS, di Smartpunk Stage, yang seperti menjungkirbalikkan batas-batas gender. Penyanyi gay yang juga model dan perancang ini mengecat rambutnya dengan warna terang dan berdandan medok. Dia mengenakan stoking jaring-jaring, rok di atas dengkul, dan baju ketat. Gerakannya amat gemulai, tetapi suaranya menggelegar diiringi musik hibrid elektronik-hip hop-disko yang mengentak dan bising.

Dia juga menyertakan dua penari latar. Seorang laki-laki amat gemulai dan seorang perempuan yang tubuhnya amat montok dengan gerakan patah-patah dan bertenaga.

Meski tak jelas apa yang Jeffree nyanyikan—karena yang terdengar hanya desahan, teriakan penuh emosi, dan kata-kata f**k you—aksinya mampu merebut perhatian sekitar 1.000 penonton. Mereka hanyut dalam entakkan musik bising. Sebagian saling dorong di antara sesama atau berguling-guling di atas kepala ribuan penonton lain.

Di panggung utama, NOFX, band punk asal California (sekarang berbasis di San Franscisco) juga melakukan hal yang sama. Mereka mengajak sekitar 2.000 penonton bertekad melawan perang serta menciptakan perdamaian.

”Ayo angkat satu tanganmu dan berjanjilah untuk perdamaian,” ujar vokalis dan basis NOFX, Fat Mike. Penonton mengikuti seruan Mike dan ketika itulah musik mengentak.

Band asal AS itu belakangan memang getol mengecam kebijakan perang (mantan) Presiden AS George W Bush. NOFX pada tahun 2003, misalnya, merilis album The War on Errorism untuk mengejek keputusan Bush yang berperang ke Irak dengan alasan yang terbukti salah. Tahun itu juga mereka menggelar tur Rock Against Bush.

Selain NOFX, band ternama lainnya yang hadir di Warped Tour kali ini, antara lain, adalah Anti Flag, Bad Religion, A Day to Remember, dan A Rocket to The Moon.

Superman Is Dead

Di antara kepungan band punk ternama, ada Superman Is Dead (SID). Band punk asal Bali ini menjadi satu-satunya band Asia yang hadir di Warped Tour 2009. Di Post Gazette, SID tampil sekitar pukul 15.00 di Kevin Says Stage, bersamaan dengan jadwal manggung NOFX dan Anti Flag.

Bisa ditebak, penonton hampir tidak melirik band yang di Indonesia namanya sedang melambung lewat tembang ”Jika Kami Bersama”. Ketika SID mulai beraksi, hanya ada sekitar 10 penonton di depan panggung.

”Heeeeeyyy, we are from Bali, Indonesia,” teriak Eka Rock, pemain pemain bas SID, mencoba menarik perhatian penonton yang lalu lalang di tengah arena Warped Tour. Tanpa banyak basa-basi, Eka Rock, Bobby Kool (vokalis), dan Jerinx (drumer) langsung menggebrak dengan lagu ”Year of the Danger” yang liriknya berisi kemarahan atas teror bom di Bali.

Ketika menyanyikan lagu ini, Bobby terlihat amat emosional sebab beberapa lokasi yang terkena ledakan bom di Bali tidak lain adalah tempat dia nongkrong. Mungkin, dia akan lebih emosional lagi jika—waktu itu—dia tahu teror bom masih akan berlanjut di kawasan Kuningan, Jakarta, Jumat (17/7) pagi.

Lewat gebrakan pertama ini, SID berhasil menarik beberapa penonton. Mereka mulai bertanya, ”Ini band dari mana?” Pada lagu berikutnya, ”Goodbye Whiskey” dan ”Vodkabilly”, semakin banyak penonton yang tertarik. Ketika SID menyelesaikan penampilannya dengan ”Kuta Rock City”, penonton yang bertahan mencapai 40-an orang.

Hasil ini tidak buruk sebab band-band dari luar AS—termasuk The Blackout asal Inggris yang cukup punya nama—juga tidak mampu menyedot penonton AS dalam jumlah besar. SID pun masih bisa terhibur sebab seusai tampil ada dua anak muda yang mendatangi SID dan memuji penampilannya setinggi langit.

”You guys got more skill than Green Day,” katanya, kemudian meminta foto bersama dan membeli CD album SID.

Kedua anak muda asal Pittsburgh itu bernama Josh (18) dan Vinnie (17). Mereka mengaku baru pertama kali mendengar lagu dan menyaksikan penampilan SID. ”Saya langsung suka. Kalau band ini asal AS, saya kira mereka akan segera populer,” ujar Josh.

Eka Rock mengatakan, SID sudah berusaha sekuat tenaga untuk menarik perhatian penonton. ”Lumayan banyak juga yang lihat. Kami realistis aja, di sini SID enggak dikenal. Bahkan, orang tidak tahu Bali dan Indonesia,” katanya.

Juru bicara

Apa yang disuarakan band punk yang tampil di Warped Tour 2009 rasanya masih tetap aktual dengan kondisi saat ini ketika dunia masih dalam cengkeraman hegemoni beberapa gelintir negara, ancaman perang masih nyata, dan jurang perbedaan kian menganga.

Untuk konteks Indonesia, apa yang disampaikan SID lewat lagu ”Years of the Danger”, seperti mewakili kemarahan bangsa Indonesia terhadap para teroris yang meledakkan bom dengan mengatasnamakan agama.

Sayangnya, pesan yang disampaikan band-band punk itu jadi terkesan basa-basi. Mengapa? Karena Warped Tour kali ini tidak memiliki pesan yang jelas. Satu-satunya pernyataan yang muncul adalah bahwa festival tersebut ramah lingkungan karena menggunakan energi matahari.

Pada akhirnya, festival ini menjadi sekadar perayaan dan hura-hura anak punk.

Foto dan Berita diambil dari Kompas.

http://www.overgroundrecords.co.uk/catalogue-images/over107vpcd.gif


Kegagalan Reaganomic dan kekalahan Amerika Serikat dalam Perang Vietnam di tahun 1980-an turut memanaskan suhu dunia punk pada saat itu. Band-band punk gelombang kedua (1980-1984), seperti Crass, Conflict, dan Discharge dari Inggris, The Ex dan BGK dari Belanda, MDC dan Dead Kennedys dari Amerika telah mengubah kaum punk menjadi pemendam jiwa pemberontak (rebellious thinkers) daripada sekadar pemuja rock n’ roll. Ideologi anarkisme yang pernah diusung oleh band-band punk gelombang pertama (1972-1978), antara lain Sex Pistols dan The Clash, dipandang sebagai satu-satunya pilihan bagi mereka yang sudah kehilangan kepercayaan terhadap otoritas negara, masyarakat, maupun industri musik.

Di Indonesia, istilah anarki, anarkis atau anarkisme digunakan oleh media massa untuk menyatakan suatu tindakan perusakan, perkelahian atau kekerasan massal. Padahal menurut para pencetusnya, yaitu William Godwin, Pierre-Joseph Proudhon, dan Mikhail Bakunin, anarkisme adalah sebuah ideologi yang menghendaki terbentuknya masyarakat tanpa negara, dengan asumsi bahwa negara adalah sebuah bentuk kediktatoran legal yang harus diakhiri.

Negara menetapkan pemberlakuan hukum dan peraturan yang sering kali bersifat pemaksaan, sehingga membatasi warga negara untuk memilih dan bertanggung jawab atas pilihannya sendiri. Kaum anarkis berkeyakinan bila dominasi negara atas rakyat terhapuskan, hak untuk memanfaatkan kekayaan alam dan sumber daya manusia akan berkembang dengan sendirinya. Rakyat mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa campur tangan negara.

Kaum punk memaknai anarkisme tidak hanya sebatas pengertian politik semata. Dalam keseharian hidup, anarkisme berarti tanpa aturan pengekang, baik dari masyarakat maupun perusahaan rekaman, karena mereka bisa menciptakan sendiri aturan hidup dan perusahaan rekaman sesuai keinginan mereka. Punk etika semacam inilah yang lazim disebut DIY (do it yourself/lakukan sendiri).

Keterlibatan kaum punk dalam ideologi anarkisme ini akhirnya memberikan warna baru dalam ideologi anarkisme itu sendiri, karena punk memiliki ke-khasan tersendiri dalam gerakannya. Gerakan punk yang mengusung anarkisme sebagai ideologi lazim disebut dengan gerakan Anarko-punk.

http://newspaper.pikiran-rakyat.com/foto/tgl_18_04_2009/gayahidup-Punk.jpg

Berbekal etika DIY, beberapa komunitas punk di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Malang merintis usaha rekaman dan distribusi terbatas. Mereka membuat label rekaman sendiri untuk menaungi band-band sealiran sekaligus mendistribusikannya ke pasaran. Kemudian usaha ini berkembang menjadi semacam toko kecil yang lazim disebut distro.

CD dan kaset tidak lagi menjadi satu-satunya barang dagangan. Mereka juga memproduksi dan mendistribusikan t-shirt, aksesori, buku dan majalah, poster, serta jasa tindik (piercing) dan tatoo. Seluruh produk dijual terbatas dan dengan harga yang amat terjangkau. Dalam kerangka filosofi punk, distro adalah implementasi perlawanan terhadap perilaku konsumtif anak muda pemuja Levi’s, Adidas, Nike, Calvin Klein, dan barang bermerek luar negeri lainnya.

Oleh Idhar Resmadi (Idharrez)

Kita patut iri akan kompilasi masaindahbangetsekalipisan. Kita patut iri pada mereka yang telah mendokumentasikan karya mereka. Kita patut iri pada mereka yang telah menjadi pelopor. Kita patut iri pada mereka yang telah membuat sejarah. Kini, kita yang patut membuat sejarah…

Tepat sebelas tahun yang lalu, Richard Mutter (saat itu masih menjadi drummer Pas Band) merasa resah ketika melihat banyak band yang latihan di studio Reverse miliknya namun tak kunjung juga album band-band tersebut rilis. Berawal dari celoteh Avedis, anak sulung Richard, nama album kompilasi bernama masaindahbangetsekalipisan itu rilis dan seolah menjawab keresahan Richard, seperti dilukiskan dalam senyum Avedis di sampul muka album kompilasi itu. Rilisnya album kompilasi pertama di Indonesia ini menjadi tonggak sejarah baru dari geliat scene musik bawahtanah di Bandung pada pertengahan 90-an. Terberkatilah band yang ikut serta didalamnya, Full Of Hate, Burgerkill, Rotten To The Core, Turtles Jr., Papi, Sendal Jepit, Waiting Room, Cherry Bombshell, Puppen, Balcony, Deadly Ground, Cereal Fever, Nut 4 Eat, Plum, dan Third Parties, mereka telah menggoreskan tinta emas sejarah dan menjadi dokumentasi berharga dari kreativitas komunitas bawahtanah.

Sejarah, dalam arti harfiah berarti silsilah, asal usul keturunan; kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa yang lampau (Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, 2001: 412) . Hari ini adalah sejarah yang bakal kau tulis untuk hari esok, dan hari esok adalah sejarah yang bakal kau tulis untuk esoknya lagi, esoknya lagi, dan esoknya lagi. Dunia terpatri dalam konstruksi realitas yang kita bentuk sendiri, tergantung bagaimana kita bisa merekam dengan baik dan bisa menyimpannya dengan baik.

Sebelas tahun setelah masaindahbangetsekalipisan banyak sekali terukir sejarah dalam komunitas bawahtanah di Kota Bandung. Ada era di mana semua individu didalamnya menyimpan ceritanya masing-masing. Dan kita akan memulai darimana semua ini berasal. Tren, komunitas, indie label, dan sejarah bisa terangkum lewat sebuah potensi kompilasi.

***
Bandung Bawahtanah dan Potensi Kreativitas
Seiring dengan gencarnya perputaran arus informasi, muncul berbagai bentuk kesadaran individu, keterbukaan, kebebasan berekspresi, dan toleransi, diantara beberapa komunitas anak muda di Bandung. Semangat untuk menyikapi perbedaan dengan cara yang khas (nyeleneh/kumaha aing), pada beberapa kelompok anak muda Bandung tampaknya juga ikut melahirkan pola resistensi, yang dapat kita kenali sebagai sebuah model budaya tandingan. Kebiasaan untuk membentuk budaya tandingan untuk menyikapi budaya yang dianggap lebih mapan setidaknya mendorong pertumbuhan budaya urban di kalangan masyarakat Kota Bandung menjadi lebih dinamis (Iskandar: 2003)

Latar belakang sosiografis dan psikografis karakter urang Bandung memunculkan keragaman komunitas bawahtanah. Bermunculannya ragam komunitas tersendiri seperti punk, hardcore, metal, oi, indies dll. menjadi fenomena tersendiri sehingga Bandung selama ini dikenal sebagai barometer dalam kancah dunia musik bawahtanah di Indonesia. Dan akibat perputaran arus informasi yang dari hari ke hari semakin cepat, urang Bandung seringkali dengan peka mampu menangkap semua itu. Sehingga potensi kreativitas urang Bandung dan komunitas bawahtanah didalamnya memiliki kesempatan yang banyak dalam berekspresi. Mulai pertengahan 90-an mulailah muncul gigs, distro, hingga album musik.

Perkembangan komunitas bawahtanah dalam rentang dekade dari tahun 1997-2008 menyisakan karya-karya kreativitas sebagai penanda eksistensi komunitas bawahtanah di Bandung. Satu hal yang bisa kita telusuri, selain dalam bentuk dokumen tertulis, yaitu lewat album kompilasi. Masaindahbangetsekalipisan bisa dibilang telah menjadi pemacu untuk bertumbuhnya potensi kreativitas bawahtanah Bandung.

Potensi kreativitas yang dimaksud tentu karya seni musik dan salah satu bentuk konkretnya bisa kita lihat dalam bentuk album kompilasi. Sebuah album kompilasi hendaknya tak hanya dipandang sebagai esensi sebagai karya seni atau olah musik saja, akan tetapi lebih dipandang sebagai bukti karya dokumentasi atau karya sejarah. Tentu saja dokumentasi di sini bukan berarti lembaran roll film foto atau kaset video, akan tetapi musik yang terekam dalam pita kaset atau kepingan piringan disc. Music contructs our sense of identity through experiences it offers… experiences which enable us to place ourselves in imaginative cultural narratives (Frith 1996: 275).

Dalam konteks yang dikatakan oleh Frith di atas, sebuah album kompilasi memuat catatan-catatan tentang pergerakan sejarah dan trend komunitas sehingga melahirkan pola budaya yang baru. Contohnya, album kompilasi Deep Six begitu berpengaruh dalam perjalanan era grunge di Seattle, Amerika atau album kompilasi C86 yang dirilis Tabloid NME di Inggris dianggap menjadi cetak biru musik Indie Pop dewasa ini. Itulah dua contoh bagaimana dua kompilasi yang cukup “berhasil” dalam menangkap trend, era, serta garis sejarah itu sendiri!

Bagaimana dengan situasi bawahtanah Bandung? Tentu saja selain kompilasi masaindahbangetsekalipisan masih banyak album kompilasi yang bisa dikatakan fenomenal. Sebut saja, Kompilasi Bandung’s Burning, Brain Beverages, Strikehard: Kompilasi Hardcore, Breathless: The Hardcore Compilation, yang menjadi penanda berkembangnya musik hardcore/punk di Bandung, atau kompilasi Independen Rebel yang menjadi bukti komunitas Ujung Berung sebagai salah satu garda musik metal di Bandung, kemudian bagaimana kompilasi seperti Ticket To Ride bisa mendokumentasikan venue Buqiet Skatepark, lalu Gedung Dago Tea Huis bisa menjadi saksi bisu komunitas bawahtanah lewat kompilasi 4 Dischord Live, terus Laga Pub and Café menjadi bukti venue yang legendaris lewat kompilasi Beyond Good, Evil, and Us, dan bagaimana If Venue bisa terdokumentasikan dengan baik lewat kompilasi Million Sounds: Marching To If Venue. Biarkan kompilasi ini bicara dalam sejarahnya…

***

Napak Tilas Bandung Bawahtanah 1997-2008
Berkaca dari hal di atas, pergerakan komunitas bawahtanah di Bandung seperti punk/hardcore, metal, ska, oi, indies, grunge, dll. dalam rentang waktu satu dekade telah melahirkan karya-karya yang menjadi bagian perjalanan era dan tren dalam proses perkembangan komunitas bawahtanah di Bandung, sehingga diharapkan menjadi wacana budaya komunitas bawahtanah Bandung sebagai suatu prestasi yang terangkum lewat berbagai karya album kompilasi.

Ada beberapa poin yang menjadi wacana menarik perihal bagaimana sebuah kompilasi dianggap penting:

1. Pergerakan trend, era, dan eksistensi komunitas bawahtanah
Ada satu hal yang pasti, kompilasi di Bandung kebanyakan dibikin dalam satu ranah genre musik yang sama, tanpa melupakan kompilasi-kompilasi multigenre lainnya. Namun apa yang saya pandang penting dalam satu ranah genre adalah semakin spesifik suatu album kompilasi, maka akan terlihat konsep yang diusung. Konsep yang baik yaitu yang mampu menangkap tren dari eksistensi komunitas dalam eranya yang sedang terjadi. Karena kompilasi yang baik tentu ibarat kamera film yang sedang merekam apa yang sedang terjadi disekitarnya. Album kompilasi memiliki kepekaan budaya!

Sebut saja, ketika pertengahan tahun 90-an musik hardcore/punk dan metal yang bisa dikatakan menjadi embrio kultur bawahtanah di Bandung bisa terekam lewat gambaran yang diperlihatkan dalam kompilasi-kompilasi seperti Kompilasi Bandung’s Burning (Riotic Records, 1997), Injak Balik! A Bandung Punk/HC Compilation (Tian An Men Records, 1997), Brain Beverages (Harder Records), Strikehard: Kompilasi Hardcore, Breathless: The Hardcore Compilation, dan Independent Rebel.

Lewat kompilasi-kompilasi itu pula kita mengenal “alumnus-alumnus” kompilasi tersebut yang menjadi pionir di ranah musik punk/HC/metal bawahtanah Bandung seperti Jeruji, Keparat, Total Riot, Sendal Jepit, The Bollocks, Runtah, Turtles Jr., Savor Of Filth, Take A Stand, Hell Burger, Blind To See, Balcony, Full Of Hate, Homicide, Puppen, Sacrilegious, Forgotten, Jasad, Burgerkill, Naked Truth, Dinning Out, Restless, dll. Dari deretan band tersebut ada yang masih eksis maupun ada yang sudah bubar. Ada lagi yang masih jalan di tempat seolah hidup segan tapi tak mau. Tapi lewat cerita kompilasi, masing-masing band dan individu didalamnya menyimpan kenangannya masing-masing.

Coba tengok saja; Kompilasi This Is Bandung (Red Wine Records) pada tahun 1999 boleh dibilang menjadi garda musik indies/indie pop/ electro-pop di Bandung lewat sejumlah band didalamnya seperti The Bride, Peanuts, Kapal Terbang, dan Electrofux. Lalu menginjak pada kompilasi Skalloween (Riotic Records) yang menggambarkan era musik ska sedang tren pada akhir tahun 90-an dan awal 2000 lewat band-band Dirty Dolls, Young Coconut, Phoni Cat, Agent Skins, dll. Kemudian ada kompilasi Still Punk Still Sucks (Ryan Records) dan Bad Tunes and Some Ordinary Things (My Own Deck Records) ketika musik melodic-punk/pop-punk sedang tren di Bandung, bisa kita lihat lewat band-band yang terlibat didalamnya macam Rocket Rockers, Sendal Jepit, Nudist Island, Buckskin Bugle, Disconnected, Close Head, dll. Lewat kompilasi The Difference Compilation Vol.1 (Brokenjaws Records) kita bisa menyimak bagaimana tren musik emo/ pop-punk/post-hardcore sedang popular di kalangan anak muda Bandung lewat sejumlah band seperti Alone At Last, Jolly Jumper, Pitfall, Joy In The Club, dll. Karena lewat kacamata kompilasi itupula komunitas-komunitas bawahtanah macam hardcore, punk, metal, indies, ska, oi, dll. bisa memperlihatkan eksistensinya. Yah, contohnya saja salah satunya kompilasi Rockin Riots (United Races Records) dan Archipelagoi! (United Races Records & Warrior Records) bisa menggambarkan eksistensi komunitas Oi! Atau punk skinhead di Bandung. Inilah bukti bahwa komunitas bawahtanah adalah satu bagian sub-budaya karena memiliki produk budaya lewat potensi-potensi kreativitas didalamnya yaitu musik. (Deretan kompilasi lainnya bisa dilihat dalam daftar)

Dari sejumlah fenomena seperti itulah kita bisa melihat perkembangan tren musik bawahtanah khususnya yang sedang popular di anak muda dari era ke era. Bagaimana eksistensi komunitas bawahtanah Bandung bisa pongah karena memiliki karya yang tak ternilai harganya.

2. Modal sosial
Komunitas bawahtanah di Bandung pada awal potensi berkreativitas seperti membikin gigs, membuat distro, dan merilis album berangkat berdasarkan metode independensi atau D.I.Y. dalam bertahan hidup, bukan dalam metode skala kapital besar yang oportunis. Salah satu hal yang diperlihatkan dalam komunitas bawahtanah yaitu metode relasi dan modal sosial. Peran penting dalam komunitas bawahtanah yaitu bagaimana mereka mengembangkan cara relasi dan modal sosial demi suatu sistem yang membuat mereka nyaman dan berada dalam ranah eksistensi tersendiri.

Dalam masing-masing kompilasi dapat dilihat bentuk metode modal sosial. Yah, bagaimana kompilasi-kompilai dirilis ‘hanya’ mengandalkan modal sosial, bukan uang hasil korupsi pejabat. Bukan tidak mungkin band-band yang dirilis yaitu band-band sepermainan dan seperjuangan dalam satu komunitas, menampikkan metode festival atau seleksi berlapis. Salah satu kompilasi yang mengandalkan relasi sosial seperti yang dilihatkan dalam album kompilasi Mempetisi Langit: Benefit Compilation For A Local Community Crisis Center dengan hanya mengandalkan jaringan pertemanan (network of friends).

Seiring waktu perkembangan modal sosial pun merambah dalam dunia teknologi informasi. Perkembangan internet bagi kota Bandung sangat terasa masif pengaruhnya dalam komunitas bawahtanah, termasuk dalam pola metode relasi. Dengan adanya pemanfaatan modal sosial menggunakan social networking di internet, komunikasi yang dijalin pun tak hanya dalam satu komunitas saja, tapi bisa lintas komunitas di dalam negeri maupun luar negeri.

Salah satu pengaruhnya didalam negeri ketika rilisnya kompilasi seperti Mesin Distorsi: Kompilasi Vol. 01 (Mesin Distorsi Records) pada tahun 2001 yang seperti dijelaskan dalam sleeve cover album tersebut, “Berawal dari media internet dan MLRC pada khususnya, #DISTORSI akhirnya menciptakan komunitas yang subjektif dalam arti ideologi musikalitas sebagai gaya hidup, idiologi maupun media kreatifitas, hingga akhirnya sepakat untuk membuat sebuah kompilasi untuk membantu promosi band-band indie tanpa harus menciptakan batas-batas dan perbedaan-perbedaan aliran musik itu sendiri yang secara tidak langsung akan menciptakan sebuah atmosfir yang lebih menyatu dan kompak dalam komunitas musisi-musisi yang ada”. Salah satu kompilasi yang mengusung hal serupa yaitu DRS Sampler Family Vol.1. DRS atau Deathrockstar adalah sebuah webzine yang mengulas tentang band-band bawahtanah. Dan kompilasi ini dibuat berdasarkan band-band yang telah direview oleh DRS seperti 70’s Orgasm Club, 1900 Yesterday, A Stone A, Everybody Loves Irene, Klepto Opera, dll.

Modal sosial pun bisa merambah hingga ke luar negeri ketika Tian An Men Records asal Perancis pada tahun 1997 merilis sebuah kompilasi bernama Injak Balik!: A Bandung Punk/HC Comp yang mendokumentasikan scene musik Hardcore/Punk Bandung seperti Puppen, Closeminded, Savor Of Filth, Deadly Ground, Piece Of Cake, Runtah, Jeruji, Turtles Jr., dan All Stupid. Hal yang sama pun dilakukan oleh Poptastic Records ketika merilis album kompilasi Delicatesen yang menggambarkan fenomena musik indie pop bisa merambah menembus batasan negara. Kemudian ada FFCuts Records (Sub-Label FFWD Records khusus musik rock) merilis album kompilasi DHR Riot Zone yang berisikan sejumlah band-band eksperimental/noise rock luar negeri seperti Atari Teenage Riot, Hanin Elias, Alec Empire, Patric C, Dj Mowgly, dll. di tahun 2001. Lalu ada Subciety Records yang berkerjasama dengan band-band asal Belanda dan Swiss untuk terlibat dalam proyek kompilasi Rise UP: 3 Nation Compilation pada tahun 2005 dengan konsep dub, reggae, dan ska sebagai way of life.

Itulah bagaimana modal sosial yang dikembangkan dengan teknologi informasi membuat komunitas bawahtanah semakin ‘pintar’ beradaptasi. Seperti yang pernah diungkapkan dalam editorial majalah Ripple Magazine, “Sekarang kami lebih cerdas dan lebih kuat dari 10 tahun yang lalu…”

3. Indie label & Industri Kreatif
Lewat kompilasi pula kita bisa melihat komunitas kreatif di Bandung dari era ke era. Potensi kreatif komunitas bawahtanah yang bisa kita telusuri salah satunya yaitu indie label. Perkembangan indie label, sebagai salah satu infrastruktur komunitas bawahtanah, seringkali bisa bisa kita lihat sepakterjangnya lewat album kompilasi.

Salah satunya yaitu indie label 40.1.24 yang menjadi embrio indie label komunitas bawahtanah setelah rilisnya album kompilasi masaindahbangetsekalipisan. Bisa dikatakan, 40.1.24 Records adalah label tertua sekaligus pertama untuk lingkup komunitas bawahtanah Bandung. Kemudian bermunculan pula beragam indie label lainnya dengan masing-masing karakter dan spesifikasi genre yang diusungnya seperti Riotic Records (Hardcore/Punk), Harder Records (Hardcore/Punk), Spills Records (Pop/Rock), My Own Deck Records (Pop Punk/ Melodic Punk), No Label Records (Punk), Napi Records (Punk), Brokenjaws Records (Hardcore/Post-Hardcore), United races Records (Punk Skinhead/ Oi), Prapatan Rebel Records (Punk/Metal/Hardcore), Extreme Soul Production Records (Metal), Subciety Records (Hardcore/Punk), FFCuts Records (Rock), FFWD Records (Pop), dll. Itu mungkin sebagian nama label diantara banyak label lainnya di komunitas bawahtanah. Mungkin banyak label yang satu-dua rilisan kemudian bubar atau entah jelas kemana nasibnya, hanya beberapa saja yang masih konsisten bertahan. Beberapa dari nama indie label diatas pernah merilis album kompilasi (daftar lengkapnya ada dalam daftar kompilasi), meski tidak semua kompilasi yang dirilis berdasarkan kualitas yang baik, entah itu dilihat dari segi sound maupun konsep.

Potensi indie label sebagai industri kreatif memang belum dilakukan dengan baik oleh komunitas-komunitas bawahtanah Bandung. Sehingga permasalahan banyaknya gulung tikar suatu indie label pun karena belum adanya kesadaran untuk mengatur potensi ini secara baik. Padahal peranan indie label, sebagai industri kreatif, sangat berperan besar dalam infrastruktur komunitas bawahtanah. Kompilasi-kompilasi yang hadir tentu berkat proses manufaktur potensi kreatifitas indie label seperti produser, band/musisi, fotografer, desain grafis, distributor, dan media promosi.

Perkembangan komunitas bawahtanah dari hari ke hari semakin besar. Pengaruh media ikut pula berperan. Sejumlah zines, majalah, surat kabar lokal maupun nasional, internet, radio, TV lokal maupun nasional, ikut pula terlibat dalam ekspansi komunitas ini kian dikenal. Salah satu major label terbesar di Indonesia, Aquarius Records pun tak luput untuk menangkap fenomena ini. Aquarius pun merilis sebuah album kompilasi bernama Indonesia Best Alternative (Tonggak Musik Alternatif) yang termasuk berisikan musisi-musisi bawahtanah Bandung seperti Pas band, Puppen, Pure Saturday, Kubik, dan Koil.

Dewasa ini musik bawahtanah telah mengalami eksposure yang luas dari berbagai kalangan, termasuk produser film. Bahkan musik bawahtanah ikut dalam Soundtrack film Nasional seperti dalam film Catatan Harian Sekolah (FFWD Records) yang musik-musiknya diisi oleh sejumlah musisi bawahtanah Tanah Air seperti Mocca, Pure Saturday, The Upstairs, Seringai, Inspirational Joni, The S.I.G.I.T., Homogenic, Teenage Death Star, dll. Bisa dikatakan ini mungkin Sountrack film Nasional pertama yang diisi oleh musisi-musisi bawahtanah sebelum diikuti oleh fenomena serupa dalam film Janji Joni, Kala, Quickie Express, dsb.

Fenomenalnya perkembangan musik bawahtanah, meski mengalami pro dan kontra, pun dilibatkan dalam festival musik yang diselenggarakan oleh produsen rokok bernama L.A. Lights Indiefest yang kini sudah menghasilkan dua album kompilasi, L.A. Lights Indiefest (FFWD Records) dan L.A. Lights Indifest Vol.02 (FFWD Records) dan kini sedang dalam tahap proses ketigakalinya.

Prestasi itu tentu membuat potensi berkreatifitas menuju ke ranah yang lebih luas. Kini, industri kreatif berjalan lebih dari sekedar bertahan hidup, tapi justru menjadi lahan baru untuk mencari kesempatan lebih layak.

Well. I don’t care about history/ cos’ that’s not where I wanna be
Tahun 2008, seperti apa kondisi komunitas bawahtanah Bandung? Korban meninggal akibat konser musik, distro yang dulu sebagai forum diskusi digantikan display harga, maraknya kerusuhan, venue jarang, gigs dilarang, pensi pun serupa, indie label mandeg, zines berkurang, seolah menjadi kerikil-kerikil tajam yang mewarnai satu dekade perjalanan sejarah komunitas bawahtanah Bandung.

Tahun 2008, bisa saja sejarah komunitas bawahtanah Bandung hilang jika masih banyaknya konflik yang terjadi dan ruang gerak komunitas ini dibatasi segi kreatifitasnya. Banyak yang mensinyalir jika maraknya konflik dalam komunitas bawahtanah Bandung diakibatkan dari proses komunikasi yang “gak nyampe” antara generasi scene terdahulu dengan generasi scene saat ini sehingga proses edukasi yang diusung bertahun-bertahun menjadi sia-sia. Tentu ini bukan hal yang diinginkan.

Tahun 2008, generasi sekarang jangan terus bernostalgia dengan romansa yang dilakukan generasi komunitas bawahtanah Bandung terdahulu. Salah satu tujuan pengumpulan kompilasi ini pun tak lain demi merekam waktu dari sejarah itu sendiri sebagai proses komunikasi dan edukasi pada generasi saat ini sehingga kita bisa mengapresiasi para pelopor, iri, dan terbakar melakukan hal serupa. Jika kita tidak hidup pada sejarah yang dibuat, saatnya kita membuat sejarah.

“Well. I don’t care about history, cos’ that’s not where I wanna be… so, make your history and make your own compilation!!!

Bandung, 22 Juni 2008
Napak Tilas Bandung Bawahtanah 1997-2008

Kompilasi:
1. MasaIndahBangetSekaliPisan (40124 Records, 1997)
Bands: Full Of Hate, BURGERKILL, Rotten To The Core, Turtles Jr., Papi, Sendal Jepit, Waiting Room, Cherry Bombshell, Puppen, Balcony, Deadly Ground, Cereal fever, Nut 4 Eat, Plum, Third Parties.

2. Injak Balik! : Bandung Punk/ Hardcore Compilation (Tian An Men Records- France, 1997)
Bands: Puppen, Closeminded, Savor Of Filth, Deadly Ground, Piece Of Cake, Runtah, Jeruji, Turtles Jr., All Stupid.

3. Bandung’s Burning (Riotic Records, 1997)
Bands: Keparat, Agent Skins, Total Riot, Tiang Listrik, Jeruji, Antiklimaks, Gerilyawan, Sendal Jepit, Voos, Black T-Shirt, The Bollocks, Chaotic Squad, Runtah, Turtles Jr., Sunda Chaos, The Clown, Rotten To The Core.

4. Brain Beverages (Harder & 40124 Records)
Bands: Take A Stand, Soldier Fight, Jeruji, Authority, No Complain, Pin, Balcony, Homicide, All Stupid, Second Face, Puppen, Cool Case, Savor Of Filth, Groggy, Injected, Epidemic, Full Of Hate, Ignorance, Turtles Jr., Piece Of Cake, Noin Bullet, Blind To See, OOS.

5. Orang-Orang Asia: Asian HC Compilation (All Systems Fail Jepang, 1998)
Bands: Tokyo Sex Wale, All Stupid, Closeminded, Jeruji, Puppen, Runtah, Savor Of Filth, Turtles Jr., Charm, Disco Scrach Coke Avoid, Disc’O Kicks, Kitsch, No Brain, Rux, Samchung, Weeper, La haine, Enslaved Chaos, Parkinson, Demisor, Desecrate, Protest, Ladybug.

6. Breathless: The Hardcore Compilation (Manifest Records, 1999)
Bands: Burgerkill, Deadly Ground, Dead Pits, Inside Front, O.O.S., Step Forward.

7. This Is Bandung (Red Wine Records, 1999)
Bands: Charlie’s Angel, Peanuts, The Bride Feat. Andi, Her (Kapal Terbang) & Nicko (Peanuts), Kapal Terbang, Electrofux

8. Brutally Sickness: Millenium Sounds (Extreme Souls Production, 1999)
Bands: Devourment, Injected Sufferage, Neuraxis, Bloody Gore, Keramat, Necropsy, Avulsed, Doxomedon, Sadistis, Extreme Decay, Cranium, Damnation, Victim of Rage, Vile, Vile (USA), Territory, Morbifik, Intensee Hammer Rage, Motor Death, Sepsism, Infamy, Traumatism, Death Vomit, Disinfected, Rotten Sound.

9. Indonesia Best Alternative (Tonggak Musik Alternatif) (Aquarius Records)
Bands: Pas Band, Puppen, Pure Saturday, Netral, Nugie, Kubik, Koil, Waiting Room, Ifm, Plastik.

10. Independen Rebel (Independen Records & Aquarius Musikindo)
Bands: Naked Truth, Disorderlies, Sacrilegious, Suffer Remains, Beside, Forgotten, Bedebah, Ekstrim Kanan, Burgerkill, Impure, Dinning Out, Disinfected, Restless, Jasad, The Cruel.

11. Strike Hard: Kompilasi Hardcore (Riotic Records, 2000)
Bands: Savor Of Filth, No Complain, United Youth, Take A Stand, Secondface, Authority, Ignorance, Point Blank, Cool Case, Zoo Public, Radiasi, Hell Burger, Blind To See, Urban Discipline, Dinning Out, Unrules, Balcony, Burning Inside, Injected, Full Of Hate.

12. Skalloween (Riotic Records)
Bands: Young Coconut, Dirty Dolls, Phoni Cat, Ernie Ball, Hito Ichi-Me, Ginger Brand, 021, Kingkong Beer, Agent Skins, Epita Peron, Pod, Peace Pot.

13. Indie Blues (Wei Pei Station, 2000)
Bands: Time Bomb Blues, Hendra’s Clan, Micko’N’Jammin, Kiboud Maulana Blues Band, Harry Pochank & Blues Jam, Winter, Hit’N’Blower Horns.

14. Ticket To Ride ( Spills Records, 2000)
Bands: Full Of Hate, Koil, Puppen, The Jonis, Stepforward, Anomicratrap, Injected, Blind To See, Rosemary, Kamehame, Jeruji, Sieve, Burgerkill, Flamefoil, Authority, Boycott’69, Piece Of Cake, Liquid.

15. Neohellist: The Black Metal Compilation (Extreme Souls Production, 2000)
Bands: Crusade, Impiety, Sathet, Cryogenic, Armagedon Holocaust, Unseen Darkness, Autumn Verses, Perish, Vaakevandring, Borgomil, Behemoth, Neurotic of Gods, Kekal, Mortality, Gorbalrog, Mystical, Moonsorrow, Hellgods, Maelstorm.

16. Mesin Distorsi: Kompilasi Vol. 01 (Mesin Distorsi Records, 2001)
Bands: The Frail, The Sinners, (Sound Of) Chi, Sonique 201, Bluekuthuq, Digital Dumbshit, Last Energ!, Paramaya, bastards, Deadly Ground, In Core UP, Ragadub, Velocity, Slowdeath, Seventh Heaven, Sajama Cut, P.O.M., I.C.U., Snorg’s Project.

17. DHR Riot Zone (FFCuts Records, 2001)
Bands: Atari Teenage Riot, Shizuo, EC80R, Alec Empire, Patric C, Bomb 20, Hanin Elias, Dj Mowgly, Christoph De Babalon.

18. Still Punk Still Sucks (Ryan’s Records, 2001)
Bands: Buckskin Bugle, This Selfish Fish Got No Wish, Sendal Jepit, Disconnected, Tommy Band Featuring Alvin, Korrosive, Aggressive Touch, The Marmars, Voice Of Youth, Summer’99, Right 88, Rocket Rockers, Close Head, Respect, Sun Of A Beach!.

19. Bad Tunes and Some Ordinary Things (My Own Deck Records, 2002)
Bands: Rocket Rockers, Nudist Island, T.I.T.I.T., No label, Respect, Spit’69, Stadium 12 (Summer’99), Taltaya, Fudge, This Selfish Fish Got No Wish, Buckskin Bugle, Ball Beklen, Konflik, Disconnected, Eight My Plo, Right 88, Aggressive Touch, Kuro!, Sun Of A Beach!.

20. 4 Dischord Live (Spills Records, 2002)
Bands: Blind To See, Forgotten, Jeruji, Puppen.

21. Viking Compilation Vol. 1 (Viking Records, 2002)
Bands: Mobil Derek, Pas Band, PHB, Noin Bullet, Jeruji, Koil, Budi Abuy Time Bomb Blues & Friends, Savor Of Filth, Harapan Jaya, Virus.

22. Perang Yang Tak Akan Kita Menangkan (Harder Records, 2002 )
Bands: Undercontrol, Dirty Dolls, Decay, Mobil Derek, The End 32, Full Error, Cryptical Death, Dinning Out, A Friend For Life, Respect, National Scandal, Kontaminasi Kapitalis, The Bonots, The United Smokers.

23. Delicatesen: a Poptastic! Compilation (Poptastic Records, 2002)
Bands: Mocca, Santa Monica, The Milo, Supernova, Kamehame, The Upstairs, Blossom Diary, Silica, The Sweaters, Modestic, Eta, Gorgeous Smile

24. Brutally Sickness: Retribution of Hate (Extreme Souls Production, 2002)
Bands: Gorerotted, Injected Sufferage, Jasad, Plasmaweed, Intervalle Bizzare, Death Vomit, Sacords, Bangkai, Anal Sick, Corpse Coffin, Second of Death, Sickness, Post Mortem, Blasphemous, Kremmature, Koma, Gerbe of Life, SiksaKubur, Balance of Terror, Cerebral Hemorrhage, Psycroptic, Mentula, Flesh Filth, Sinusitis, Khudeta, Vulgarity, Brutal Cremation, Authority, Extreme Decay, Cranial Incisored, Retnus, Killing Field, Burning Grave, Frenzied, Abortus, Mind Destroy, Ababil.

25. Death Militia: A Death Tribute To Metallica (True Lies Records & MMC Production, 2002)
Bands: Forgotten, Disinfected, Freak’s, Naked Truth, The Cruel, Syndrome, Jeruji, Imprecatory, Severe Carnage.

26. New Generation Calling Compilation (Spills Records, 2003)
Bands: The Miskins, Superman Is Dead, The Bahamas, Rocket Rockers, Boys Are Toys, Disconnected, Close Head, Shaggy Dog, Nudist Island, Teenage Death Star, Kebunku, Jolly Jumper.

27. The Sounds OF Apocalyptic Grim: Hammergoatfuckinghymn Black Metal (Fogflames Records, 2003)
Bands: Impiety, Balthazor, Disastrous, Necrotic Chaos, Altar, Demonstorm, Anael, Rituality, Scaldic Curse, Usipian.

28. Dark To Eternity (Darkness Earth Production, 2003)
Bands: Crusade, Total Tragedy, Hellgods, Geboren, Santet, Inner Beauty, Khasarath, Mortality, Insanul Maut, Nicronomodez, darkness, Nocternity, Mummy, Haze, Restless.

29. Viking Compilation Vol. 2 (Viking Records, 2004)
Bands: Kang Ibing & Ansambel Gamelan Kyai Fatahillah , Seurieus, Mocca, Tataloe, Cherry Bombshell, Purpose, Turtles Jr., The Milo, Doel Sumbang, Sendal Jepit, Kremlin, Rock’N’Roll Mafia, Boys Are Toys, The Jokes, Forgotten.

30. Blacker Than Darkness Vol. V (Dark Banner Productions, 2004)
Bands: Destinity, Witchcraft, Kendath, Mesmeric, Thunder Gods, Kliwon, Black Land, Chosen, Belphegor, Inquisition, Crawl of the Dark, Proceus, Sinoffering, Darkness Emperor, Prophet, Elmeod.

31. The Difference Compilation Vol. 1 (Brokenjaws Records, 2004)
Bands: Close Head, Alone At Last, Disconnected, Jolly Jumper, Sendal Jepit, Komplete Kontrol, Joy In The Club, Fast Crash, The Marmars, Pitfall, For NUfan, Rude Devil, Speak Up, Jakarta Flames, The Side Project.

32. DRS Family Sampler Vol. 1 (Death Rock Star Webzine, 2004)
Bands: 70’s Orgasm Club, 1900 Yesterday, A Stone A, Batman Stroke, Bitrate 24, Buldozer, Dua Sisi, Everybody Loves Irene, Klepto Opera, Muntah, Nesh Band, Planet Bumi, Psikopat, Seven Storey Airlines, SOS.

33. Archipelagoi! (United Races Records, 2004)
Bands: Haircuts, The End, Anti Squad, Renternir.

34. Rockin Riots! Vol. 02 (United Races Records, 2004)
Bands: Battle 98, Root Beer, Under 18, Soldier Oi.

35. Sepultribe: A Tribute To Sepultura (Insane Dreams Production & Brisik Distro, 2004)
Bands: Krisna Suckerhead, Hellgods, Infectous Arteries, SiksaKubur, beton, Nocternity, Radical Corps, Dajjal, Sajen, Death Vomit, Altar Scream, Crucifix.

36. Selamat Pagi Indonesia Compilasong (Napi Records)
Bands: P.D. Brengsek, The Produk Gagal, Congpik (Keroncong Apik), (KSR) Kelompok Swara Ratan.

37. Riotic Sampler Vol. 01 (Riotic Records, 2005)
Bands: Authority Feat. Sarkasz Homicide, Ablazed Reflection, Dirty Dolls, Nudist Island, The Marmars, Tomorrow Is Another Day, Bleary Eyes, Pitfall, Real Enemy, Sonic Squad, Restrain, Buckskin Bugle, Alone At Last, Right 88.

38. Tribute To The Ramones (Blitzkrieg Records, 2005)
Bands: Gabba Gabba, Mawar Berduri, Crahsed Out, Tikus Kampung, Shaolin Temple, Blackened, Bandit Chaos, Digital Bivision, Madeline, Chemical O.D., The Morons, Insomniac, Error Brain, The Dissland, Disharmony, The Cellups, Capital Crime, Chick Magnet, P.D.U.T., Tedjo 23.

39. Miller Time Live Compilation (Venom Records, 2005)
Bands: The Majestic, Bucskin Bugle, Godless Symptoms, The Jokes Feat. Los Tremores, The Homous, The Paps, Nudist Island, Mobil Derek, The Marmars, Dirty Dolls, Insulin Coma, Sendal Jepit.

40. Rise Up (Subciety Records, 2005)
Bands: Sub Kultur, Agent Skins VS. Urban Blues Deluxe, Noin Bullet, Dirty Dolls, Apollo 10, The Palookas, Open Season, Plenty Enuff.

41. Mempetisi Langit (Network Of Friend*, 2005)
Bands: Domestik Doktrin, Godless Symptoms, Forgotten, Homicide, Rajasinga, Haircuts, Authority, Soldier Fight, Cronik, Disconnected.

42. Beyond Good, Evil, and Us (Die Trying Music, 2005)
Bands: Faceless, Shadow Still Remains, Beside, Godless Symptoms, Brightless, Right 88, Unlucky Stuntman, Take A Stand, Rosemary, Power Punk, Soldier Fight.

43. OST. Catatan Akhir Sekolah (FFWD Records, 2005)
Bands: Mocca, Tiger Baby, Ballads Of The Cliché, Leslies, Pure Saturday, The Upstairs, Seringai, Inspirational Joni, The S.I.G.I.T., Homogenic, The Monophones, Edson, Teenage Death Star, Pestol Aer.

44. Million Sounds: Marching To If Venue (Network Of Friend*, 2006)
Bands: Wound The Heal, Take A Stand, xManusiaBuatanx, Revenged, Hark Is A Crawling Tar-Tar, Krass Kepala, Mood Altering, Virgin Oi!, Disconnected, Broken.

45. LA Light Indie Fest (FFWD Records, 2007)
Bands: Hollywood Nobody, Vincent Vega, Airport Radio, Lovely Tea, Key Kuno, Dojihatori, C Cord, The Rinos, Gerbang, 70’s Orgasm Club, Vox, Pegawai Negeri.

46. Unsigned Band Compilation (Music Records Indie Label Book, 2008)
Bands: Nudist Island, Sindentosca, A Stone A, Wind Cries Mary, Tigapagi, Bottlesmoker, Alice, Sungsang Lebam Telak, Modern Mode.

47. LA Light Indie Fest 2 (FFWD Records, 2008)
Bands: Monkey To Millionaire, Cigarettes Nation, Cascade, The Morning After, Lipgloss, Tunas Bangsa Symphony, Air Hostess For Vacation, Wind Cries Mary, Scared Of Bums, Heinrich Manuever, The Nylon.

48. V.A. Family Compilation (Linoleum Records, 2008)
Bands: Under 18, Sendal Jepit, Closehead, Like Father Like Son, Faceless, Outright, Forgotten Generation, Neverall, Glory of Love, Arabian Peanuts, Tragedi, Goodboy Badminton, Strike First, Don Lego, Standfree, Powerpunk, Fiddlers, Damage Done, XMadcowX.

49. Kill The Rockstar (Rock n Rebel Records, 2008)
Bands: The Bollocks, Hellbombs, Shock Treatment, Sub Chaos, P.D.U.T., Puppy, Darurat, Ram K What, Maksiat, SCL, Virgin In Chaos, Porno Star, Zrambah, Dislaw, Jeder, Babibuta, Take Control, Jinah Tangan, Republik Riot, Dispute, Mawar Berduri.

50. Brutally Sickness (2008)

Kompilasi Lainnya:
51. Grunge Is Dead

52. Live The Session

53. Bandung Holocaust

54. Outskirts Punx & Skins: Street Sound of Revolution (No Label Records, 1999)
Bands: Apatride, Discoriot, Discord, Berandal, Rude Devils, Mawar Berduri, Rentenir, The Morons, Brutus, Crazy Angry, Alakazam, Battlefield, WC Umum, Assault ’99, Caplank, Abnormals, Bambu Runcing, Black Boots, S.I.D., Disinfect Operation Military, Ignorant Flea, Ran-Chunk, The Swindle, TehCellups, Stupid Sound, Cartoon, Devastated, Karet Gelang, The Last Energy, Reject.

55. Freestyle (No Label Records, 1999)
Bands: Fathers, TehCellups, Minor, This Selfish Fish Got No Wish,Animal Refuge Ambulance, Agresi In The Room, Naon, Bajingan, The Dicks, Standforlast, Rewind, S.A.D., Black Boots, Rentenir, Right 88, Rent To Kill, Ludah, Oknum.

56. Freestyle 2 (No Label Records, 1999)
Bands: Grill Salmon, Disco Riot, The Idiot Box, Black Sky, Respect, Point Blank, School Is Dead, Pak Poeng, High Voltages, T.U.T.A.B., Schon, Ignorant Flea, Devastated, Cartoon, Reignited, Holocaust, Zerbombt, Civilcore, Karet Gelang, Live In Unity, Rotten Rage, Bolonk, Summer ’99, Mad Bastard, The Morons, Grafenberg.

57. Mediction For Reflection (Sightless records, 2007)
Bands: Angrydays, Arabian Peanuts, Buckskin Bugle, Close Head, Disconnected, Faceless, Harakiri, Nudist Island, Rosemary, Sunny Sunday, The Frustraters, The Homous.

58. First Impression (Invasi records NetLabel, 2008

#1 PP #2 PP #3 PP #4 PP
#5 PP #6 PP #7 PP #8 PP
#9 PP #10 PP #11 PP #12 PP
#13 PP #14 PP #15 PP #16 PP
#17 PP #18 PP #19 PP #20 PP
#21 PP #22 PP #23 PP #24 PP
#25 PP #26 PP #27 PP #28 PP
#29 PP #30 PP #31 PP #32 PP
#33 PP #34 PP #35 PP #36 PP
#37 PP #38 PP #39 PP #40 PP
#41 PP #42 PP #43 PP #44 PP
#45 PP #46 PP #47 PP #48 PP