Debi Agustino, mahasiswa tingkat akhir Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat, menggugat Mahjamah Konstitusi (MK) agar menghapus Pasal 505 tentang Gelandangan. Dalam pasal tersebut anak punk dianggap anak jalanan yang kerap menebar aksi kriminalitas, Rabu (04/04) di Jakarta.
“Saya ingin anak punk tidak dianggap jelek. Kami anak baik. Yang berbuat ulah itu preman, tapi kenapa kami yang dianggap jelek,” kata Debi.
Debi yang membiayai kuliah dengan berjualan baju di Pasar Patlau, Padang, setiap hari hidup bersama anak-anak punk. Setiap pagi dia berjualan baju, siang hingga sore hari kuliah, dan malam harinya kembali berjualan.
Keberaniannya maju seorang diri ke MK, membuat 3 hakim panel terperangah. Dia mengaku berkas permohonannya diketik sendiri dan dikonsultasikan ke dosen.
“Saya ada mata kuliah praktik beracara MK. Lalu saya konsultasi ke dosen bagimana jika saya menggugat pasal 505 KUHP. Dan saya diarahkan membuat drafnya, dosen yang menerangkan cara penulisannya,” ujar dia.
Debi tidak terima aparat menangkapi anak-anak punk dengan berdalih pasal 505 KUHP tersebut. Dia menilai pasal itu bertentangan dengan pasal 1, pasal 28 d ayat 1 dan pasal 34 ayat 1 UUD 1945.
Pasal 505 ayat 1 KUHP berbunyi ‘barangsiapa bergelandangan tanpa pencarian, diancam karena melakukan pergelandangan dengan kurungan paling lama tiga bulan’.
Ayat kedua berbunyi ‘pergelandangan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih yang umurnya di atas 16 tahun, diancam dengan kurungan paling lama enam bulan.copy from Jakarta-Yustisi.com
“Saya ingin anak punk tidak dianggap jelek. Kami anak baik. Yang berbuat ulah itu preman, tapi kenapa kami yang dianggap jelek,” kata Debi.
Debi yang membiayai kuliah dengan berjualan baju di Pasar Patlau, Padang, setiap hari hidup bersama anak-anak punk. Setiap pagi dia berjualan baju, siang hingga sore hari kuliah, dan malam harinya kembali berjualan.
Keberaniannya maju seorang diri ke MK, membuat 3 hakim panel terperangah. Dia mengaku berkas permohonannya diketik sendiri dan dikonsultasikan ke dosen.
“Saya ada mata kuliah praktik beracara MK. Lalu saya konsultasi ke dosen bagimana jika saya menggugat pasal 505 KUHP. Dan saya diarahkan membuat drafnya, dosen yang menerangkan cara penulisannya,” ujar dia.
Debi tidak terima aparat menangkapi anak-anak punk dengan berdalih pasal 505 KUHP tersebut. Dia menilai pasal itu bertentangan dengan pasal 1, pasal 28 d ayat 1 dan pasal 34 ayat 1 UUD 1945.
Pasal 505 ayat 1 KUHP berbunyi ‘barangsiapa bergelandangan tanpa pencarian, diancam karena melakukan pergelandangan dengan kurungan paling lama tiga bulan’.
Ayat kedua berbunyi ‘pergelandangan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih yang umurnya di atas 16 tahun, diancam dengan kurungan paling lama enam bulan.copy from Jakarta-Yustisi.com
0 comment(s) to... “street punk gugat ke Mahkamah Konstitusi”
0 komentar:
Posting Komentar